REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Presiden interim Suriah, Ahmad Al-Sharaa, akhirnya secara terbuka menyatakan sikap negaranya terkait isu Israel dan Palestina setelah penggulingan rezim beberapa waktu lalu. Ini ia sampaikan saat menghadiri KTT darurat negara-negara Arab terkait rencana pembangunan Gaza di Kairo.
Al-Sharaa mengatakan pada Selasa bahwa Suriah dulu dan sekarang masih merupakan bagian dari negara besar Arab, dan kembalinya negara tersebut ke Liga Arab adalah momen bersejarah yang mencerminkan keinginan untuk meningkatkan solidaritas Arab. “Pada hari bersejarah ini, saya mengucapkan terima kasih dan terima kasih atas dukungan Anda yang berkelanjutan bagi rakyat Suriah,” kata Presiden al-Sharaa dalam pidatonya pada KTT Arab yang luar biasa “KTT Palestina” yang diadakan di ibu kota Mesir, Kairo.
Presiden Al-Sharaa menambahkan bahwa Suriah adalah salah satu negara pertama yang mendukung hak-hak Arab. “Hari ini kita melihat upaya-upaya baru untuk menerapkan solusi yang berupaya membuat peta geografis baru dengan mengorbankan darah rakyat Palestina, dan seruan untuk pengusiran paksa rakyat Palestina dari wilayah mereka adalah aib terhadap kemanusiaan,” tambah Presiden al-Sharaa.
Presiden menekankan bahwa penggusuran warga Palestina dari tanah mereka tidak dapat diterima dan sudah tiba waktunya bagi kita semua sebagai orang Arab untuk menentang rencana tersebut, dan seruan yang sama untuk menggusur warga Palestina bukan hanya merupakan ancaman bagi rakyat Palestina tetapi juga bagi seluruh bangsa Arab.
“Negara-negara Arab harus menyatukan pendirian mereka dan memikul tanggung jawab mereka terhadap rakyat Palestina,” kata Presiden al-Sharaa. Ia menambahkan, rakyat Suriah akan selalu mendukung saudara-saudara Palestina mereka dalam perjuangan mendapatkan hak-hak mereka.

Mengenai Suriah, Presiden menekankan bahwa sejak pendudukannya di Golan Suriah pada tahun 1967, Israel tidak berhenti melanggar hak-hak rakyat mereka. “Kami berkomitmen terhadap perjanjian pelepasan diri tahun 1974 dan tidak dapat diterima jika pihak Israel terus mengabaikan perjanjian ini,” kata Presiden.
Dalam pertemuan kemarin, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi juga akhirnya menemui al-Sharaa, untuk pertama kalinya. Sharaa, yang pernah berafiliasi dengan Al Qaeda, telah berusaha mendapatkan dukungan dari para pemimpin Arab dan Barat sejak ia memimpin serangan pemberontak yang menggulingkan mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad pada Desember 2024.
Berbeda dengan sekutunya di Teluk, Kairo lebih berhati-hati dalam menanggapi penguasa baru di Suriah, yang dikritik oleh media yang berafiliasi dengan negara. Kantor berita Suriah mengatakan Menteri Luar Negeri Asaad Hassan al-Shibani juga menghadiri pertemuan tersebut, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai agenda tersebut.
Kepresidenan Mesir mengatakan dalam pernyataan selanjutnya bahwa Sisi mendesak peluncuran proses politik komprehensif yang mencakup semua warga Suriah tanpa mengecualikan pihak manapun selama pertemuan dengan Sharaa. Sisi juga menyatakan ketertarikan Mesir pada persatuan dan keamanan tanah Suriah, dan menegaskan kembali penolakannya terhadap “serangan” apapun di wilayah Suriah.