Jumat 07 Mar 2025 04:47 WIB

AS-Israel Latihan Militer, Persiapan Serang Iran?

Presiden Trump berulang kali mengatakan Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir.

Rep: Andri Saubani/ Red: Fitriyan Zamzami
Jet tempur F-15I dan F-35I Angkatan Udara Israel terbang bersama pembom B-52 AS selama latihan pada 4 Maret 2025.
Foto: Dok IDF
Jet tempur F-15I dan F-35I Angkatan Udara Israel terbang bersama pembom B-52 AS selama latihan pada 4 Maret 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Angkatan Udara Israel (IAF) mengadakan latihan bersama dengan Angkatan Udara AS pada Selasa. Hal itu kemungkinan merupakan pesan kepada Iran di tengah spekulasi mengenai potensi serangan gabungan terhadap fasilitas nuklir Iran.

Times of Israel melansir, selama latihan tersebut, pilot “melatih koordinasi operasional antara kedua militer untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi berbagai ancaman regional,” kata Pasukan Pertahanan Israel dalam sebuah pernyataan pada Kamis.

Baca Juga

Latihan tersebut melibatkan jet tempur F-15i dan F-35i Israel yang terbang bersama pembom B-52 AS. “Latihan ini bertujuan untuk memperkuat dan mempertahankan kerja sama jangka panjang antar pasukan sekaligus memperluas konektivitas dan membangun kemampuan terintegrasi untuk berbagai skenario,” kata IDF.

Latihan ini berpotensi bertujuan untuk mempersiapkan militer Israel menghadapi kemungkinan serangan gabungan dengan AS terhadap Iran. IAF telah melakukan dua serangan terhadap Iran tanpa dukungan AS, sebagai tanggapan atas serangan rudal balistik Iran terhadap Israel. Serangan Israel dilaporkan menyebabkan pertahanan udara utama Iran lumpuh.

Namun, Israel kemungkinan akan membutuhkan kemampuan berat dari B-52 untuk secara efektif menyerang situs nuklir bawah tanah Iran yang dijaga ketat.

Sebuah laporan pada akhir bulan lalu mengatakan Iran telah menempatkan fasilitas nuklirnya dalam siaga tinggi dan mengerahkan pertahanan udara tambahan, bersiap menghadapi potensi serangan – namun termasuk pernyataan pejabat bahwa pertahanan yang ada “mungkin tidak efektif jika terjadi serangan skala besar.”

Iran bersikeras bahwa program nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai. Namun, pengawas nuklir PBB mengatakan bahwa Iran saat ini sedang memperkaya uranium hingga tingkat yang melebihi yang biasanya digunakan untuk kepentingan sipil.

Presiden AS Donald Trump telah berulang kali mengatakan Iran tidak boleh diizinkan memiliki senjata nuklir, dan menerapkan kembali kampanye sanksi “tekanan maksimum” terhadap Republik Islam tersebut setelah ia kembali menjabat pada bulan Januari.

Pada saat yang sama, Trump telah menganjurkan perjanjian diplomatik untuk menghentikan Iran memperoleh senjata nuklir, dengan mengatakan pada bulan lalu: “Saya pikir Iran akan dengan senang hati membuat kesepakatan dan saya ingin membuat kesepakatan dengan mereka tanpa mengebomnya.” 

Pekan ini, Rusia menawarkan untuk menengahi pembicaraan antara AS dan Iran mengenai program nuklir Iran. Rusia dan Iran telah memperluas hubungan militer dalam beberapa tahun terakhir, dengan sebuah laporan pada hari Selasa menunjukkan bahwa para pejabat Rusia telah mengunjungi lokasi produksi rudal dan pertahanan udara Iran dua kali tahun lalu.

Kunjungan itu setelah Teheran meluncurkan serangan rudal besar-besaran ke kota-kota Israel. Pada bulan Januari, Presiden Rusia Vladimir Putin menjamu Presiden Iran Masoud Pezeshkian di Moskow di mana mereka menandatangani kemitraan strategis selama 20 tahun.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement