REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pergerakan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS terus mengalami fluktuatif belakangan ini. Bank Indonesia (BI) mengatakan, fluktuasi Mata Uang Garuda terjadi seiring dengan sentimen beberapa kebijakan populis Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Mengutip kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, dalam sepekan terakhir rupiah mengalami penguatan, sedangkan sepekan sebelumnya full mengalami pelemahan. Tercatat pada Senin (24/2/2025), rupiah melemah ke level Rp 16.303 per dolar AS, berlanjut pada Selasa (25/2/2025) di Rp 16.316 per dolar AS, Rabu (26/2/2025) melanjutkan pelemahan menjadi Rp 16.387 per dolar AS. Rupiah kembali melesu pada Kamis (27/2/2025) di level Rp 16.431 per dolar AS dan Jumat (28/2/2025) sebesar Rp 16.575 per dolar AS.
Lantas, pada Senin (3/3/2025), Mata Uang Garuda mengalami penguatan menjadi Rp 16.506 per dolar AS, berlanjut menguat pada Selasa (4/3/2025) menjadi Rp 16.443 per dolar AS. Penguatan kembali terjadi pada perdagangan Rabu (5/3/2025) ke level Rp 16.371 per dolar AS, dan pada Kamis (6/3/2025) menjadi Rp 16.315 per dolar AS.
“Yang pernah kita bayangkan sebelumnya bahwa kita akan berada kayak di roller coaster ketika Trump sudah memulai masa pemerintahannya,” kata Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI R. Triwahyono dalam agenda Taklimat Media yang digelar di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Tri menjelaskan, pada Senin lalu berekspektasi bahwa pengenaan tarif bagi Kanada, Mexico, dan China benar-benar akan diimplementasikan pada Maret 2025. Tetapi rupanya kebijakan berubah. Ketika memasuki bulan Maret, rupanya itu tidak terimplementasikan.
“Inilah sesuatu yang akan kita hadapi, setidaknya mungkin empat tahun ke depan, bahwa kita akan diombang-ambing oleh kebijakan yang akan diambil salah satunya oleh Trump,” ungkapnya.
Termasuk pula di antaranya mengenai sikap Trump terhadap Ukraina dan Rusia. Sentimen ini turut mengombang-ambingkan kondisi pasar uang, terutama emerging market seperti rupiah.