Jumat 07 Mar 2025 06:21 WIB

UGM Gelar Kajian Filantropi Islam sebagai Respons Tantangan Pembangunan Berkelanjutan

Akbar menguraikan beberapa bentuk filantropi Islam termasuk zakat.

Rep: Salsabila Assani/ Red: Fernan Rahadi
Suasana di Masjid Kampus UGM jelang berbuka puasa.
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Suasana di Masjid Kampus UGM jelang berbuka puasa.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Masjid Kampus Universitas Gajah Mada (Maskam UGM) menggelar Kajian Samudra (Safari Ilmu di Bulan Ramadhan) hari ke-5 pada Rabu (5/2/2025) sore dengan menghadirkan Akhmad Akbar Susanto, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM

Kajian bertajuk "Filantropi Islam: Sebuah Respons Terhadap Tantangan Pembangunan Inklusif-Berkelanjutan" berlangsung dari pukul 15.55 sampai 17.20 WIB dan dimoderatori oleh Faqih Syauqi Azam. Acara ini merupakan bagian dari agenda harian Ramadhan yang diselenggarakan oleh Masjid Kampus UGM.

Dalam pemaparannya, Akhmad Akbar Susanto mendefinisikan filantropi sebagai bentuk kontribusi sukarela, baik berupa dana, waktu, atau sumber daya lain untuk kepentingan sosial. Ia menekankan tiga ciri utama filantropi yakni bersifat sukarela, berupa sumbangan untuk konsumsi jangka pendek atau investasi jangka panjang, dan berorientasi sosial tanpa mencari keuntungan.

"Filantropi Islam merujuk pada berbagai bentuk kontribusi sukarela yang bersumber dari ajaran Islam. Dalam Islam, filantropi bukan sekadar bentuk kontribusi sukarela, melainkan juga pengamalan ajaran agama," jelas Akbar.

Ia menekankan bahwa filantropi dalam Islam memiliki dimensi vertikal (hubungan manusia dengan Tuhan) dan horizontal (hubungan sesama manusia), dengan mengutip hadis: "Siapa yang biasa membantu hajat saudaranya, maka Allah akan senantiasa menolongnya dalam hajatnya" (HR Bukhari nomor 6951 dan Muslim nomor 2580).

Akbar menguraikan beberapa bentuk filantropi Islam termasuk zakat (kewajiban bagi muslim yang mampu), infak (pengeluaran harta di jalan Allah), sedekah (kontribusi sukarela berupa harta, tenaga, atau bahkan senyuman), dan wakaf (pengalokasian harta yang tidak boleh berkurang pokoknya untuk kepentingan sosial).

Kajian juga membahas bagaimana filantropi telah memainkan peran penting dalam sejarah peradaban Islam. "Wakaf telah memberikan kontribusi cukup signifikan dalam pembangunan infrastruktur agama, sosial, dan ekonomi seperti masjid, perpustakaan, sekolah, rumah sakit, jembatan, dan pasar," kata Akbar.

Mengenai tantangan kontemporer, Akbar menjelaskan bahwa Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah namun lebih mendekati batas bawah, masih memerlukan etik filantropi untuk menjadi pengungkit dalam membangun kesejahteraan masyarakat Islam. Dia menyebutkan sekitar 25 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, yang didefinisikan dengan pengeluaran kurang dari Rp 700 ribu per bulan.

Acara diawali dengan pembukaan dan tilawah dilanjutkan dengan penyampaian materi kajian, sesi tanya jawab, dan diakhiri dengan penyerahan kenang-kenangan serta sesi dokumentasi.

Kajian Samudra akan terus berlangsung sepanjang bulan Ramadhan sebagai bagian dari program pendidikan keagamaan rutin Masjid Kampus UGM.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement