Jumat 07 Mar 2025 15:12 WIB

Deflasi Berlanjut, Waspada Kenaikan Harga Saat Ramadhan

Tren ini sebagian besar dipengaruhi oleh kebijakan diskon tarif listrik.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Warga memasukkan pulsa token listrik.Kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50 persen dinilai berpengaruh pada deflasi. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/M RISYAL HIDAYAT
Warga memasukkan pulsa token listrik.Kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50 persen dinilai berpengaruh pada deflasi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia mencatat deflasi sebesar 0,48persen (mtm) atau 0,09 persen (yoy) pada Februari 2025. Tren ini sebagian besar dipengaruhi oleh kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50 persen bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA hingga 2.200 VA selama Januari dan Februari 2025.

Sejalan dengan kondisi nasional, Provinsi Kalimantan Utara juga mengalami deflasi sebesar 0,17persen (mtm) atau 0,49persen (yoy). Di tengah tren ini, pemerintah melihat peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan, menekankan pentingnya memanfaatkan momentum ini.

Baca Juga

“Di tengah tren deflasi yang terjadi, kita bisa memanfaatkan momentum saat ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi,” ujar Ferry dalam keterangan dikutip, (7/3/2025).

Namun, di balik tren deflasi, ancaman kenaikan harga menjelang Ramadhan dan Idul Fitri tetap menjadi perhatian utama. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara, Hasiando Ginsar Manik, mengingatkan agar pemerintah tetap waspada terhadap lonjakan harga komoditas tertentu.

“Meskipun saat ini mengalami deflasi, namun kita tetap perlu mewaspadai pergerakan komoditas-komoditas yang secara historis mengalami kenaikan harga pada periode HBKN Ramadhan dan Idul Fitri,” kata Hasiando.

Untuk mengantisipasi gejolak harga, pemerintah daerah telah menginstruksikan langkah-langkah strategis seperti Operasi Pasar, Gerakan Pangan Murah, serta perluasan Kerja Sama Antar Daerah (KAD). Selain itu, peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) juga akan ditingkatkan sebagai offtaker guna memastikan petani mendapatkan kepastian harga.

“Selain itu, untuk mengantisipasi penurunan harga berkepanjangan, dapat dilakukan peningkatan peran BUMD sebagai offtaker, sehingga para petani mendapatkan kepastian harga. Selain itu juga melalui pemanfaatan Sistem Resi Gudang (SRG), terutama untuk penyimpanan komoditas yang lebih tahan lama,” tambah Ferry.

Di sisi lain, sistem distribusi barang di beberapa daerah masih menjadi kendala dalam menjaga stabilitas harga. Sejumlah permasalahan di Pelabuhan Malundung, Kota Tarakan, seperti kondisi container crane yang sudah tua, tingkat penggunaan dermaga yang melebihi kapasitas, serta mahalnya tarif tenaga kerja bongkar muat, turut berkontribusi pada lambatnya arus barang dan lonjakan harga di pasar. 

Dalam upaya memperbaiki sistem logistik, PT Pelindo berencana mengembangkan dermaga baru serta mengadakan crane baru guna meningkatkan efisiensi distribusi barang dan menekan biaya logistik.  Selain itu, untuk memperkuat daya beli masyarakat, pemerintah juga mendorong penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi petani dan nelayan, serta pemanfaatan asuransi untuk memitigasi risiko gagal panen.

“Dengan adanya penyaluran KUR untuk petani dan nelayan, diharapkan akses ke pembiayaan dalam memperoleh modal kerja dapat memajukan sektor pertanian dan perikanan di Provinsi Kalimantan Utara,” kata Ferry.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah, diharapkan stabilitas harga dapat tetap terjaga di tengah meningkatnya permintaan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, sehingga daya beli masyarakat tetap terlindungi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement