Ahad 09 Mar 2025 04:21 WIB

Iran Tolak ‘Perundungan’ Amerika Soal Program Nuklir

Baik Israel maupun AS bertekad tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir.

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei berbicara dalam sebuah upacara di Teheran, Iran, 23 Desember 2023.
Foto: EPA-EFE/SUPREME LEADER OFFICE HA
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei berbicara dalam sebuah upacara di Teheran, Iran, 23 Desember 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN — Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menentang upaya  Amerika Serikat menekan negara itu soal program nuklir mereka. Ini ia lontarkan setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan pada awal pekan ini bahwa ia telah mengirim surat kepada pemimpin Iran untuk memulai perundingan mengenai kesepakatan nuklir.

Komentar Khamenei pada Sabtu muncul setelah Trump mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Fox Business bahwa “ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menangani Iran: secara militer, atau Anda membuat kesepakatan” untuk mencegah Teheran memperoleh senjata nuklir. Para pejabat di Teheran menegaskan pada Sabtu bahwa mereka belum menerima surat dari Trump.

Baca Juga

Namun ketika berbicara dalam pertemuan dengan para pejabat senior Iran, Khamenei menolak seluruh premis tersebut, dan menuduh Washington berupaya melakukan pembatasan yang lebih besar dibandingkan dalam perundingan sebelumnya.

“Beberapa negara pengganggu bersikeras melakukan negosiasi,” katanya, menurut media pemerintah dikutip Aljazirah. “Tetapi perundingan mereka tidak bertujuan untuk menyelesaikan masalah, namun untuk mendominasi dan memaksakan harapan mereka sendiri.”

“Bagi mereka, negosiasi adalah sarana untuk mengajukan tuntutan baru. Isu ini bukan hanya soal nuklir, tapi juga menimbulkan ekspektasi baru yang pasti tidak akan diterima oleh Iran,” tambah Khamenei.

“Mereka menuntut pembatasan kemampuan pertahanan negara dan pengaruh internasional, dengan mengatakan: ‘jangan lakukan ini, jangan temui orang itu, jangan produksi barang itu’ atau ‘jangkauan rudal Anda tidak boleh melebihi batas tertentu,'” katanya.

Sejak menjabat untuk masa jabatan keduanya pada bulan Januari, Trump telah menyatakan keterbukaan terhadap perjanjian baru dengan Teheran, namun telah menerapkan kembali kampanye sanksi yang agresif dan berjanji untuk mengurangi ekspor minyak Teheran menjadi nol.

Pada tahun 2018, Trump pertama kali menerapkan apa yang disebut kampanye “tekanan maksimum” terhadap Teheran setelah menarik AS dari perjanjian penting tahun 2015 antara Iran dan beberapa negara Barat. Perjanjian tersebut membatasi aktivitas nuklir Teheran dengan imbalan keringanan sanksi.

Sejak penarikan AS, Iran telah melampaui batas program nuklirnya yang ditetapkan dalam kesepakatan awal. Upaya selanjutnya yang dilakukan pemerintahan Presiden AS Joe Biden dan para pemimpin Eropa untuk mengembalikan perjanjian ke jalur yang benar tidak membuahkan hasil.

Pada Kamis pekan lalu, AS memberlakukan sanksi baru yang menargetkan industri minyak Iran, sumber pendapatan utama Iran. Tindakan tersebut menargetkan perusahaan, kapal, dan individu yang berafiliasi dengan perusahaan yang telah mendapat sanksi dari AS. Di bawah pemerintahan Biden, AS secara rutin mengeluarkan hukuman seperti itu untuk menegakkan sanksi yang ada.

photo
Sebuah rudal dipajang dengan tanda bertuliskan dalam bahasa Farsi: Kematian bagi Israel di depan replika Masjid Kubah Batu di pintu masuk kota Quds sebelah barat ibu kota Teheran, Iran, Ahad, 21 April 2024. - (AP Photo/Vahid Salemi)

Sementara itu, Khamenei dalam pidatonya pada bulan Agustus lalu, telah membuka pintu bagi perundingan baru dengan AS, dengan mengatakan “tidak ada salahnya” terlibat dengan “musuh”.

Hal ini terjadi setelah Iran memilih Presiden reformis Masoud Pezeshkian pada bulan Juni, yang berkampanye dengan janji untuk menegosiasikan perjanjian baru dengan negara-negara besar, mirip dengan perjanjian negara tersebut pada tahun 2015 yang ditarik oleh Trump pada tahun 2018.

Sementara itu, Rusia pada awal pekan ini mengatakan pihaknya bersedia membantu memediasi perundingan nuklir baru antara AS dan Iran di tengah kemungkinan mencairnya hubungan antara Washington dan Moskow terkait perang di Ukraina.

Aksi balasan terbaru ini terjadi di tengah peringatan dari kepala pengawas nuklir PBB Rafael Grossi, yang mengatakan waktu hampir habis bagi diplomasi untuk menerapkan pembatasan baru terhadap aktivitas Iran. Teheran terus mempercepat pengayaan uraniumnya hingga mendekati tingkat senjata, kata pemantau PBB.

Iran telah lama menyatakan bahwa programnya bertujuan damai. Namun, para pejabatnya semakin mengancam untuk meningkatkan kemampuan militernya karena ketegangan masih tinggi akibat sanksi AS dan perang Israel yang sedang berlangsung di Gaza, yang masih berada dalam gencatan senjata yang lemah.

Baik Israel maupun AS telah memperingatkan bahwa mereka tidak akan membiarkan Iran memperoleh senjata nuklir, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan konfrontasi militer karena Teheran memperkaya uranium pada tingkat yang hampir setara dengan senjata.

Badan-badan intelijen Amerika menilai bahwa Iran belum memulai program senjata, namun telah “melakukan kegiatan yang lebih memposisikan Iran untuk memproduksi perangkat nuklir, jika negara itu memilih untuk melakukannya”.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement