REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski rezim otoritarianisme Bashar Assad sudah angkat kaki ke Rusia, Suriah ternyata belum sepenuhnya berada dalam kendali pemerintahan baru yang kini dipimpin Ahmad al-Sharaa. Kelompok pendukung Assad, yang diduga kebanyakan mereka adalah komunitas Nushairi, masih menghadirkan instabilitas yang menimbulkan korban hingga lebih dari seribu orang.
Kantor Berita al Mayadeen memberitakan, jumlah warga yang wafat sudah mencapai 1.018 jiwa. Sebanyak 745 di antara mereka adalah warga sipil. Jenazah mereka bergelimpangan di pesisir Suriah.
Di tengah situasi krisis yang belum terkendali, keluarga hendak menguburkan jenazah, tapi tidak bisa dilakukan. Untuk menyelamatkan diri, banyak warga mengungsi ke area dataran tinggi dan hutan.
Koordinator Residen PBB di Suriah, Adam Abdelmoula, dan Koordinator Kemanusiaan Regional untuk Krisis Suriah, Ramnathan Palkrishnan, mengeluarkan pernyataan bersama yang mengutuk "meningkatnya permusuhan di Tartous, Latakia, Homs dan Hama, yang mengakibatkan korban sipil dan pengungsian" penduduk.
Pernyataan tersebut mendesak "semua pihak untuk segera menghentikan permusuhan dan melindungi warga sipil dan infrastruktur, sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional."
Sementara itu, sumber-sumber lokal juga mengatakan bahwa pasukan Keamanan Umum Suriah mencegah kelompok-kelompok asing memasuki kota Damsarkhwa, di pinggiran kota Latakia. Militer Suriah memaksa mereka mundur ke area pesisir.