REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan pada awal perdagangan pekan ini. Pengamat menyebut, pelemahan rupiah terjadi seiring dengan kondisi pasar yang berhati-hati terhadap kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Mengutip Bloomberg, rupiah melemah 72,50 poin atau 0,44 persen menuju level Rp 16.367 per dolar AS pada penutupan perdagangan Senin (10/3/2025). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di Rp 16.229 per dolar AS.
“Investor berhati-hati di tengah kekhawatiran tarif Trump Minggu lalu,” kata Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Senin (10/3/2025).
Ibrahim mengatakan, Trump telah meningkatkan ketegangan perdagangan dengan mengenakan tarif 25 persen pada barang-barang Kanada dan Meksiko, dan meningkatkan pungutan pada produk-produk Tiongkok hingga 20 persen. Namun, ia kemudian melunakkan pendiriannya, dengan menunda tarif selama empat minggu pada sebagian besar barang-barang Meksiko dan Kanada, tetapi tetap teguh pada pendiriannya terhadap China.
Adapun, sehari sebelumnya, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengatakan pada acara Meet the Press di NBC bahwa Trump tetap teguh dalam menerapkan tekanan tarif pada Meksiko, Kanada, dan China karena penanganan mereka terhadap fentanil.
Sebelumnya, tekanan deflasi Tiongkok meningkat pada Februari, karena harga konsumen dan produsen turun lebih dari yang diantisipasi di tengah belanja konsumen yang lemah. Indeks harga konsumen (CPI) berkontraksi sebesar 0,7 persen tahun-ke-tahun, menandai penurunan pertama dalam 13 bulan dan melampaui ekspektasi ekonom sebesar 0,4 persen. Secara bersamaan, indeks harga produsen (PPI) turun sebesar 2,2 persen (yoy), sedikit membaik dari penurunan 2,3 persen pada Januari tetapi masih meleset dari perkiraan penurunan 2,0 persen.
“Tren deflasi ini muncul di tengah Kongres Rakyat Nasional (NPC) yang sedang berlangsung, di mana para pembuat kebijakan sedang mempertimbangkan strategi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Data terkini dapat mengintensifkan diskusi tentang penerapan langkah-langkah stimulus yang lebih kuat untuk melawan melemahnya inflasi dan mendukung permintaan domestik,” jelas Ibrahim.