Rabu 12 Mar 2025 16:05 WIB

Aktivis Iklim Berunjuk Rasa di Pertemuan Energi Dunia

Trump membatalkan banyak kebijakan terkait transisi energi.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Unjuk rasa iklim (ilustrasi).
Foto: www.pixabay.com
Unjuk rasa iklim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, HOUSTON -- Pengunjuk rasa berkumpul di pertemuan tahunan petinggi perusahaan-perusahaan energi berkumpul, CERAWeek di Houston, Texas, Amerika Serikat (AS). Dalam pertemuan itu, Menteri Energi AS Chris Wright mengatakan perubahan iklim merupakan efek sampingan dari pembangunan dunia modern.

Pertemuan CERAWeek digelar saat pemerintah Presiden AS Donald Trump membatalkan banyak kebijakan mantan Presiden Joe Biden dalam mempercepat transisi ke ekonomi rendah karbon dan mengatasi perubahan iklim.

Trump mendesak produsen-produsen minyak untuk menambah pengeboran dan memaksimalkan produksi. Ia juga memerintahkan pemerintahnya untuk memangkas birokrasi yang memperlambat pengembangn proyek-proyek energi.

Beberapa pengunjuk rasa di CERAWeek di Houston membawa papan protes bertuliskan "hentikan pendanaan (yang memicu) krisis iklim" dan "tidak ada kepercayaan pada bahan bakar fosil." Penyelenggaran unjuk rasa dari Texas Campaign for the Environment Dominic Chacon mengatakan demonstrasi ini menuntut diakhirinya ekspansi produksi minyak, gas, petrokimia dan plastik.  

"Kami membutuhkan air bersih, udara yang lebih bersih dan kondisi yang tidak beracun bagi semua manusia dan semua mahluk hidup di bumi, saya ingin industri energi membuka mata mereka," kata salah satu pengunjuk rasa dari Ohio Jessica Grim, Selasa (12/3/2025).

Unjuk rasa kali ini lebih besar dari demonstrasi-demonstrasi kecil yang digelar di depan venue CERAWeek beberapa tahun terakhir.

"Sebagai masyarakat adat, tanah sangat penting bagi kami, kami membutuhkan orang-orang mendengar kami," kata pengunjuk rasa yang memakai pakaian tradisional sukunya Syd Gonzalez.  

Harga tiket pertemuan itu mencapai 10.500 dolar AS atau sekitar Rp 173 juta dengan kurs Rp 16.447. Chacon mengatakan mahalnya harga tiket membuat pengunjuk rasa menggelar aksi di luar dibandingkan berpartisipasi dalam pertemuan di dalam. Ia menambahkan tahun lalu penyelenggara protes mengumpulkan dana untuk membeli tiket tapi uang mereka dikembalikan.

"Setidaknya kami harus duduk di meja perundingan, karena itu kami berkumpul," katanya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement