REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir menyoroti ketersediaan obat imunosupresan (Takrolimus) yang stabil dan berkelanjutan.
Takrolimus mempunyai indikasi untuk pencegahan rejeksi/penolakan organ setelah transplantasi hati atau ginjal. Selain itu, indikasi Takrolimus juga untuk pengobatan rejeksi/penolakan organ hati atau ginjal pada pasien yang sudah mendapatkan obat-obat imunosupresan lainnya.
Sayangnya, beberapa bulan belakangan, perubahan merek takrolimus yang sering terjadi di RS menyebabkan variabilitas kadar obat darah pasien meningkatkan risiko penolakan akut serta memperburuk fungsi ginjal yang ditransplantasikan.
"Keadaan ini memicu pertanyaan, apakah hal ini terjadi akibat dari efisiensi anggaran yang sedang digaungkan oleh pemerintahan saat ini?" kata Tony dalam siaran pers, Selasa (11/3/2025).
Kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya, hal ini berdampak pada sektor kesehatan.
"Sektor kesehatan sering kali menghadapi tantangan besar, terutama dalam pembiayaan prosedur medis yang kompleks, seperti transplantasi ginjal," kata Tony.
Dia menambahkan kesehatan merupakan pilar utama dalam pembangunan suatu negara. Ketersediaan layanan kesehatan yang optimal tidak hanya berdampak pada kesejahteraan individu tetapi juga produktivitas nasional.