Selasa 18 Mar 2025 08:41 WIB

Tak Semua Dusta Itu Berdosa

Dusta yang dilakukan dalam konteks tertentu tidak menimbulkan dosa.

Dusta atau berbohong (ilustrasi)
Foto: rawpixel
Dusta atau berbohong (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang sahabat pernah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “Mungkinkah seorang Muslim itu pembohong?” Rasulullah SAW menjawab, “Tidak!” Sayyid Sabiq dalam sebuah kitabnya menjelaskan perihal hadis tersebut. Menurutnya, jawaban Nabi SAW itu menegaskan, iman dan kebiasaan berbohong tidak bisa berkumpul dalam hati seorang Muslim.

Sebab, Islam tidak akan tumbuh dan kokoh dalam pribadi yang tidak jujur. Rasul SAW juga pernah bersabda, “Jauhilah kebohongan. Sungguh, kebohongan mengantarkan kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan kepada neraka. Seseorang yang biasa berbohong, maka ia akan ditulis di sisi Allah sebagai pembohong” (HR Bukhari-Muslim).

Baca Juga

Akan tetapi, ada beberapa situasi yang di dalamnya seorang Muslim ditoleransi bila sampai berdusta. Sebab, kebohongan yang dilakukannya boleh jadi menimbulkan maslahat. Berikut ini adalah tiga konteks yang dimaksud, sebagaimana dinukil dari sebuah hadis.

Siasat dalam perang

Dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Syihab, disebutkan bahwa Rasulullah SAW menoleransi kebohongan yang dilakukan Muslimin dalam perang. Maksudnya, pertempuran yang di dalamnya umat Islam berjuang membela agama Allah SWT. Dalam situasi demikian, mereka diperbolehkan berdusta untuk mengelabui musuh. Termasuk dalam hal ini, penerapan strategi atau siasat perang yang dapat memperdaya lawan di medan pertempuran.

Tentunya, kebohongan ini tidak sama dengan pelanggaran terhadap suatu perjanjian damai yang telah dibuat antara Muslimin dan musuh. Adapun contoh dusta yang dibolehkan itu ialah, mengecat rambut para prajurit Muslim yang sudah tua. Dengan begitu, uban pada kepala mereka akan tersamarkan. Dan, musuh akan mengira mereka sebagai pasukan muda.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Upaya mendamaikan

Dalam hadis yang diriwayatkan Ummu Kultsum binti Uqbah Abi Mu’ith, Nabi SAW diketahui pernah bersabda tentang sebuah kebohongan yang ditoleransi. Dusta tersebut ialah yang dilakukan untuk mendamaikan dua orang atau kubu Muslimin yang sedang bertikai. Cara itu bisa ditempuh apabila sudah tidak ada jalan lain lagi untuk mendamaikan mereka.

Sebagai contoh, seorang penengah dapat mengatakan kepada seseorang bahwa fulan telah berkata sangat baik tentang dirinya. Kemudian, ia menjumpai si fulan dan menyampaikan bahwa orang tadi sebenarnya melihat pada dan mengagumi sifat-sifat baiknya. Berkata baik dan melebih-lebihkan kebaikan itu, walaupun berbohong, diperbolehkan untuk menyambung kembali silaturahim yang terputus.

Berbohong juga diperbolehkan bila dalam konteks menyelamatkan nyawa. Misal, hanya dengan menyatakan kebohongan tentang lokasi seseorang, maka orang itu terhindar dari target pembunuhan. Maka hal itu boleh saja atau bahkan harus dilakukan.

Interaksi suami-istri

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement