REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Ibrahim bin Adham merupakan seorang sufi yang hidup pada abad kedua Hijriyah. Alkisah, pakar tasawuf yang akrab disapa Abu Ishaq itu menggelar majelis ilmu di sebuah masjid.
Saat sesi tanya-jawab, tampak seseorang dari barisan belakang mengangkat tangannya. Ia hendak mengajukan pertanyaan kepada sang syekh.
Dengan gugup, lelaki ini memperkenalkan diri. Namanya ialah Jahdar bin Rabiah.
Untuk sesaat, ia terdiam, seperti hendak mengumpulkan nyali sebelum bersuara.
“Wahai, Abu Ishaq!” katanya kemudian, “aku selama ini gemar bermaksiat. Sudah berulang kali bertobat, tetapi kembali jatuh dalam dosa-dosa yang sama. Berikanlah untukku nasihat!”
Syekh Ibrahim bin Adham mengangguk perlahan.
“Akan kusebutkan lima syarat. Jika mampu melakukan semuanya, engkau boleh saja kembali melakukan maksiat,” kata sufi ini.
Mendengar itu, Jahdar terkejut. “Apa saja syarat-syarat itu, wahai Syekh?” tanyanya.
“Pertama, engkau boleh bermaksiat, asalkan jangan menikmati rezeki atau karunia dari Allah Ta'ala."
“Bukankah semua yang manusia nikmati adalah rezeki dari Allah, ya Syekh?” katanya.
View this post on Instagram