REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Kota Bandung menyatakan luas sawah yang termasuk dalam kategori lahan sawah dilindungi (LSD) terus mengalami penyusutan akibat alih fungsi lahan di tengah pesatnya pembangunan wilayah perkotaan. Dari total sekitar 1.074 hektare lahan pertanian yang tersisa di Kota Bandung, sekitar 702 hektare di antaranya berupa sawah, sementara sisanya merupakan tegalan.
“Dari luas itu, lahan sawah dilindungi atau LSD yang tercatat dalam RTRW Kota Bandung mencapai sekitar 274 hektare. Namun dalam praktiknya, banyak lahan sawah yang sudah memiliki izin peruntukan lain, sehingga berpotensi berubah fungsi,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung, Gin Gin Ginanjar, di Bandung.
Ia menyebutkan, berdasarkan data dari Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan (Bapelibang), dalam dua tahun terakhir terjadi penyusutan lahan sawah lebih dari 50 hektare. “Kami khawatir, kalau tidak ada pengendalian yang ketat, sawah-sawah yang masih eksisting ini bisa hilang. Padahal secara nasional, kita memiliki kebijakan LP2B atau Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang harus dilindungi,” ujarnya.
Dari total LSD tersebut, sekitar 54 hektare telah dituangkan secara khusus dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung. Dia menambahkan Pemkot Bandung turut berkewajiban menjaga agar lahan tersebut agar tidak dialihfungsikan.
“Sanksi memang tidak ada, tapi izin pemanfaatan untuk bangunan atau fungsi lain di atas lahan LP2B tidak akan dikeluarkan. Itu bentuk upaya kita dalam perlindungan,” kata dia.
Untuk mempertahankan lahan sawah yang tersisa, kata dia, pihaknya saat ini mengelola sekitar 23 hektare lahan sawah milik pemerintah yang digarap oleh petani lokal. Selain itu, pendekatan juga terus dilakukan kepada pemilik-pemilik lahan lainnya.
“Sebagian besar lahan sawah dikuasai oleh konsorsium pemilik. Kami sedang berupaya agar lahan-lahan tersebut tetap digunakan untuk pertanian, karena faktanya petani masih bertahan di tengah tantangan yang ada,” ujar Gin Gin.