Ahad 20 Apr 2025 10:27 WIB

Ini Penjelasan Dokter, Mengapa Kasus Serangan Jantung Jamaah Haji Lebih Banyak di Madinah

Jamaah diimbau tak memaksakan diri shalat arbain jika kondisi tidak memungkinkan.

Rep: Teguh Firmansyah/ Red: Friska Yolandha
Peserta Bimbingan Teknis (Bimtek) Terintegrasi Calon Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1446 Hijriah/2025 Masehi mengikuti sesi kegiatan tactical floor game di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Sabtu (19/4/2025). Bimtek yang diikuti 506 peserta dan berlangsung dari tanggal 14–20 April 2025 tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan bagi jamaah calon haji Indonesia yang pada tahun ini berjumlah 221.000 orang.
Foto: ANTARA FOTO/Andika Wahyu
Peserta Bimbingan Teknis (Bimtek) Terintegrasi Calon Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1446 Hijriah/2025 Masehi mengikuti sesi kegiatan tactical floor game di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Sabtu (19/4/2025). Bimtek yang diikuti 506 peserta dan berlangsung dari tanggal 14–20 April 2025 tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan bagi jamaah calon haji Indonesia yang pada tahun ini berjumlah 221.000 orang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sakit jantung menjadi salah satu penyebab kematian utama jamaah haji Indonesia di tanah suci. Dari 461 kasus kematian jamaah pada 2024, sebanyak 37,9 persen berasal dari jantung. 

Kabid Kesehatan PPIH Arab Saudi dokter Tri Atmaja Sugiyarno mengatakan, banyak kasus penyakit jantung justru terjadi di Madinah. Hal itu terjadi karena tak sedikit jamaah yang memaksakan diri untuk ibadah arbain atau shalat berturut-turut di Masjid Nabawi. Padahal kondisi kesehatan tak memungkinkan atau dalam situasi yang lelah. 

Baca Juga

"Jamaah bisa shalat berjamaah di hotel, tidak memaksakan arbain," ujarnya saat Bimtek PPIH Arab Saudi, Jumat (18/4/2025). 

Menurut dokter Tri, musuh bebuyutan jantung dan paru-paru kronis adalah aktivitas fisik yang berlebihan. Oleh karena itu, mereka yang punya riwayat jantung tidak bisa semuanya berangkat haji. 

"Yang tak boleh itu berangkat kalau sudah sakit jantung grade 3 dan 4, adapun yang 1 dan 2 masih memungkinkan," ujarnya. 

Dokter Tri menekankan, jamaah dengan kasus penyumbatan di pembuluh darah besar tak bisa berangkat karena memang sangat berisiko. Mereka tidak bisa jalan terlalu jauh, padahal ibadah haji membutuhkan kekuatan aktivitas fisik. 

Untuk meminimalisir risiko, tim kesehatan telah memasang gelang penanda buat jamaah berisiko tinggi. Gelang orange diperuntukkan untuk jamaah yang mempunyai sakit antung dan paru-paru kronis. 

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief sebelumnya mengatakan otoritas Saudi memberikan perhatian khusus kepada angka kematian jamaah haji yang terhitung tinggi dibandingkan negara lain. Pada 2023, jumlah jamaah yang wafat mencapai 773 orang. 

"Dua hari lalu, saya berkunjung ke Saudi bertemu dengan dengan Menteri Haji dan Deputi Haji, mereka menekankan kembali bahwa jamaah Indonesia tahun lalu disorot angka kematian yang tinggi, pada 2023 kita dapat rangking satu dengan tingkat kematian tinggi," ujarnya saat Bimbingan Teknis PPIH Arab Saudi, Kamis (17/4/2025). 

Saudi, kata Hilman, menyoroti regulasi di tanah air yang dianggap terlalu longgar. Hal ini menyangkut batas usia lansia yang boleh berangkat berhaji. Saudi bahkan sempat menetapkan batas usia 70 tahun sebagai batas lansia yang pergi ke tanah suci. 

"Tapi satu bulan terakhir kita negosiasi akhirnya penerapan batas usia tidak diberlakukan saat ini, dan ditunda," ujarnya.

Namun penundaan itu bukan tanpa jaminan. Otoritas Saudi meminta garansi kepada Pemerintah Indonesia agar mereka yang berangkat benar-benar dinyatakan sehat atau Istithaah. "Jadi ini pertaruhan kita, kalau tingkat kematian tahun ini rendah tanpa pembatasan usia, maka akan baik buat tahun depan, kita tak butuh batasan usia," katanya. 

Oleh karena itu, komitmen terhadap kesehatan ini mesti menjadi perhatian bersama. Sehingga, kata Hilman, pemerintah melalui Badan Penyelenggara Haji (BPH) tak perlu lobi-lobi lagi dalam membatasi usia. "Layak berangkat kita berangkat, dengan bantuan atau pendamping, yang gak bisa ya gak bisa," ujarnya. 

Sejatinya, kata Hilman, pemerintah telah memberikan perhatian khusus terkait masalah kesehatan ini pada Musim Haji 2024. Fokus terhadap masalah tersebut sukses memangkas tingkat kematian hingga 50 persen. "Jamaah wafat 400 orang tahun lalu, diharapkan tahun ini yang wafat bisa berkurang signifikan dan kami sedang mempertaruhkan reputasi kebijakan Indonesia dengan Saudi," ujarnya. 

Berdasarkan data tahun lalu, 80,5 persen kematian haji pada kelompok usia lebih dari 60 tahun. Kemudian, 50,1 persen merupakan risti berat dan 31,7 persen risti sedang. 

Risti berat yakni mereka yang punya penyakit jantung atau lansia dengan dua atau lebih komorbid. Total angka kematian pada Risti berat sebanyak 231 kasus. "Angka yang wafat yang tahun kemarin sekitar 0,2 persen," ujar Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes Lilik Marhaendro Soesilo.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

The Best Mobile Banking

1 of 2
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement