REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hijrah bermakna 'pindah' atau 'berubah.' Secara historis, hijrah merupakan perpindahan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah. Hal ini digambarkan oleh Alquran, yang artinya, "Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya" (QS al-Anfal [8]: 30).
Hijrah yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya ini menggambarkan penyatuan teori dan praktik dalam Islam. Yakni, antara akidah dan amal, serta batin dan lahir. Dalam perspektif yang lebih luas, ini menjadi penyatu antara periode dakwah Makkah yang menanamkan nilai-nilai tauhid, dan fase dakwah Madinah yang menekankan amal dan praktik Islam.
Dengan demikian, hijrah bukan hanya peristiwa perpindahan individu atau kelompok dari tempat yang tidak aman ke tempat yang lebih aman. Lebih dari itu, hijrah memiliki dimensi penjabaran yang luas dan dahsyat, yakni meliputi i'tiqadiyyah, fikriyah, syu'uriyah, dan sulukiyah.
Hijrah i'tiqadiyyah adalah perpindahan dari keyakinan yang salah, rapuh, dan sesat kepada keyakinan yang benar, kokoh, dan tidak ada keraguan di dalamnya. Hijrah i'tiqadiyah menjadi sebuah keharusan bagi tiap Muslim, sehingga ia terbebas dari unsur-unsur syirik.
Hijrah fikriyyah adalah perpindahan pemikiran yang menyimpang dan kufur kepada pemikiran sehat, lurus, dan Islami. Dunia ini sebenarnya merupakan tempat berlangsungnya perang pemikiran, antara pemikiran yang berpihak pada kebenaran melawan kebatilan.
View this post on Instagram