Senin 05 May 2025 20:10 WIB

MER-C: Kelaparan dan Kekurangan Gizi Ancam Gaza Akibat Blokade

Kondisi kelaparan juga sangat terasa di wilayah utara Jalur Gaza.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Potret anak-anak di Gaza yang mengalami kekurangan gizi di kamp untuk warga Palestina yang mengungsi di Mawasi, Khan Younis, Jalur Gaza, Jumat (2/5/2025). Terkunci, tersegel, dan hancur oleh pemboman Israel, Gaza menghadapi bencana kelaparan. Ribuan anak Gaza dirawat karena kekurangan gizi. Badan PBB mendokumentasikan peningkatan malnutrisi akut di kalangan anak-anak. Mereka menemukan kekebalan tubuh yang rendah, sering sakit, kehilangan berat badan dan massa otot, tulang atau perut menonjol, dan rambut rapuh. Data UNICEF, sejak awal tahun, lebih dari 9.000 anak telah atau sedang dirawat karena malnutrisi akut.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Potret anak-anak di Gaza yang mengalami kekurangan gizi di kamp untuk warga Palestina yang mengungsi di Mawasi, Khan Younis, Jalur Gaza, Jumat (2/5/2025). Terkunci, tersegel, dan hancur oleh pemboman Israel, Gaza menghadapi bencana kelaparan. Ribuan anak Gaza dirawat karena kekurangan gizi. Badan PBB mendokumentasikan peningkatan malnutrisi akut di kalangan anak-anak. Mereka menemukan kekebalan tubuh yang rendah, sering sakit, kehilangan berat badan dan massa otot, tulang atau perut menonjol, dan rambut rapuh. Data UNICEF, sejak awal tahun, lebih dari 9.000 anak telah atau sedang dirawat karena malnutrisi akut.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Jalur Gaza saat ini menghadapi krisis kemanusiaan sangat parah akibat blokade berkepanjangan yang dilakukan oleh penjajah Israel. Di tengah sulitnya bantuan masuk ke wilayah tersebut, kondisi gizi anak-anak semakin memprihatinkan.

Dokter Pediatri, Osama Qudeih di Klinik Al Aqsa B di Al-Mawassi di Gaza Selatan yang dikelola Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) bersama Kementerian Kesehatan Palestina (MoH) melaporkan bahwa sebagian besar pasien yang ia tangani adalah anak-anak yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi), baik pada tahap awal maupun dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. 

Baca Juga

Dari sekitar 200 kasus yang ditanganinya, 40 hingga 50 di antaranya merupakan kasus malnutrisi serius.

“Kasus malnutrisi terutama terjadi pada anak-anak di bawah usia dua tahun dengan penyebab utama berupa melemahnya sistem kekebalan tubuh mereka, hal ini pula disebabkan oleh kurangnya (defisiensi) berbagai ketersediaan jenis makanan,” kata Osama melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Senin (5/5/2025)

Ia mengatakan kelangkaan dan tidak adanya susu formula bayi di pasaran berdampak sangat signifikan.

“Beberapa gejala yang muncul antara lain adalah penurunan berat badan, di mana dalam banyak kasus dapat menjadi sangat berbahaya,” ujar Osama.

Jumana Abu Arab menambahkan, untuk menangani kondisi ini sebelumnya Kementerian Kesehatan memberikan suplemen gizi secara rutin ke Klinik tersebut. Namun, stok yang tersedia mulai menipis karena kebutuhan terus meningkat dan pasokan di pasaran semakin terbatas.

Kelaparan dan Malnutrisi juga Terjadi di Gaza Utara

Kondisi kelaparan juga sangat terasa di wilayah utara Jalur Gaza. Dokter Spesialis Ortopedi di Rumah Sakit Indonesia,  Basel Al-Basyouni menyebut bahwa wilayah ini kini menderita kelaparan luar biasa di tengah genosida yang dilakukan oleh pasukan Israel. 

Selain serangan udara yang menyasar lembaga masyarakat, tempat tinggal warga sipil, dan gudang penyimpanan makanan, blokade yang terus berlanjut menyebabkan lonjakan harga bahan pangan yang drastis. Dampak sangat negatifnya bisa dirasakan oleh penduduk Gaza, khususnya para pencari nafkah.

“Sebagai pencari nafkah bagi keluarga, saya menghadapi kesulitan ekstrem dalam memenuhi kebutuhan makanan pokok anak-anak saya, karena kurangnya sumber pendapatan. Bahkan kalaupun saya mampu membeli kebutuhan mereka, saya merasa kesulitan berinteraksi dengan anak-anak saya, terutama anak-anak saya yang masih kecil, karena saya merasa tidak dapat menyediakan makanan yang cukup layak bagi mereka,” kata Basel.

Keluarganya kini hanya mampu makan sekali sehari. Basel bahkan harus membagi sepotong roti kepada seluruh anggota keluarganya.

Semua kebutuhan rumah tangga masyarakat seperti persediaan bahan makanan dan makanan kaleng telah habis. Dari situlah tanda-tanda kekurangan gizi mulai tampak, khususnya di kalangan anak-anak. Berat badan mereka mengalami penurunan antara 5 hingga 10 kilogram.

Sebagai dokter ortopedi yang banyak menangani korban serangan Israel, ia mengamati bahwa kekurangan gizi menyebabkan penyembuhan luka pasien menjadi sangat lambat atau bahkan gagal. 

"Pasien-pasien ini membutuhkan nutrisi yang sehat dan makanan yang mengandung protein, vitamin, karbohidrat, dan gula. Dulu, luka-luka seperti itu dapat sembuh dalam waktu singkat, tetapi sekarang memerlukan waktu dua kali lipat atau lebih lama untuk pulih," kata Basel.

Ia juga menyampaikan banyak pasien kini mengalami kulit pucat (pallor), kelemahan umum (general weakness), dan anemia, yang menyebar hampir ke seluruh pasien. Sistem kekebalan tubuh yang lemah menyebabkan penyebaran infeksi dan epidemi makin sulit dicegah.

"Kami bahkan hampir tidak dapat menjalankan tugas kami secara menyeluruh akibat rasa lelah yang sudah akut," katanya.

Ia mengaku telah kehilangan sekitar 30 kilogram berat badan, dan rekan-rekannya mengalami kondisi yang sama karena kurangnya makanan, terutama daging.

"Keputusasaan dan rasa tidak ada harapan mulai menguasai kehidupan profesional kami, yang berdampak negatif, khususnya pada pasien yang sedang terluka, dan masyarakat pada umumnya," ujar Basel.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement