Kamis 08 May 2025 19:49 WIB

Pengumpulan Zakat Turun Signifikan, Tokoh Masjid Jogokariyan Ajukan JR ke MK

Selama ini ada narasi bahwa panitia zakat di masjid bukan amil yang sah.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Zakat. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi Zakat. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Penurunan drastis dalam pengumpulan zakat di masjid-masjid mendorong tokoh Masjid Jogokariyan Yogyakarta, Ustadz Muhammad Jazir, bersama Indonesia Zakat Watch (IZW), mengajukan permohonan uji materil (judicial review) terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Permohonan judicial review tersebut teregistrasi dengan nomor perkara 54/PUU-XXIII/2025 dan telah memasuki sidang perdana di Gedung MK, Jakarta. Dalam keterangannya usai persidangan, Ustadz Jazir menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak regulasi yang membatasi peran masjid dan panitia zakat non-struktural dalam penghimpunan zakat.

Baca Juga

“Selama ini ada narasi bahwa panitia zakat di masjid bukan amil yang sah karena tidak memiliki SK resmi dari pemerintah, tidak bergaji, dan tidak memiliki nomor induk. Padahal secara historis dan kultural, masjid-masjid telah menjadi pusat pengelolaan zakat umat,” ujar Ustadz Jazir usai sidang perdana di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025). 

Dia menyebut, dampak nyata dari regulasi ini adalah berkurangnya penerimaan zakat di tingkat masjid. Hal ini disebabkan antara lain karena para muzaki yang membutuhkan kwitansi resmi untuk keperluan pengurangan pajak tidak bisa memperolehnya dari masjid, melainkan hanya dari lembaga yang diakui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

"Para profesional seperti dokter misalnya, yang biasa menyalurkan zakat dalam jumlah puluhan juta, kini menyalurkannya ke Baznas karena masjid tak bisa mengeluarkan kwitansi yang dapat dipakai untuk pengurangan pajak penghasilan,” ucap dia.

Lebih jauh, Ustadz Jazir menyoroti posisi Baznas yang dinilainya menjalankan fungsi ganda sebagai regulator sekaligus operator. Menurut dia, kondisi ini menciptakan kesan monopoli dan mereduksi peran serta masyarakat dalam pengelolaan zakat.

“Kalau Baznas ingin menjadi regulator, maka tidak seharusnya juga menjadi operator. Tapi kalau tetap ingin menghimpun zakat, maka harus setara dengan masjid dan lembaga lain, bukan menjadi super body,” kata dia.

Ustadz Jazir juga mengungkapkan bahwa pengumpulan zakat, infak, dan sedekah di Masjid Jogokariyan mengalami penurunan signifikan. Jika pada tahun-tahun lalu mencapai sekitar Rp12 miliar, tahun kemarin hanya terkumpul Rp 9,7 miliar.

Dia menilai kondisi ini sebagai bentuk kerugian faktual yang muncul akibat ketentuan dalam UU Zakat Nomor 23 Tahun 2011. “Ini bukti nyata bahwa pemberlakuan undang-undang ini telah menghambat pelaksanaan syariat zakat secara kultural yang sudah berjalan sejak lama di masyarakat,” jelas dia.

Sebagai solusi, Ustadz Jazir mendesak agar negara tidak mencampuri secara berlebihan pengelolaan zakat yang berbasis komunitas. “Indonesia ini negara Muslim, bukan negara Islam. Maka tugas pemerintah seharusnya menjadi fasilitator, bukan pengendali penuh atas pelaksanaan syariat,” ucap dia.

Sementara itu, Koordinator IZW, Barman Wahidatan Anajar mengatakan, pihaknya mengajukan judicial review ke MK karena Baznas memiliki fungsi ganda sebagai operator sekaligus regulator. 

Sebelumnya, pihaknya bersama Forum Zakat (Foz) dan Dompet Dhuafa juga telah mengajukan uji materiil terkait UU pengelolaan zakat. Pihaknya mengajukan permohonan kepada MK agar Baznas cukup menjadi lembaga negara yang berfungsi sebagai operator saja. Sedangkan regulatornya diserahkan ke Kementerian Agama. 

"Di permohonan kali ini, kita berharap Baznas kedepannya tidak menjadi operator lagi, tapi cukup sebagai Badan Pengawas Zakat (BPZ) dan regulator pusatnya adalah Kemenag," kata Barman. 

Sementara itu, tim kuasa hukumnya, Sri Afrianis menjelaskan, dalam sidang tersebut pihaknya telah resmi menyerahkan permohonan kepada Majelis Hakim yang diketuai oleh Saldi Isra, dengan anggota hakim Ridwan Mansyur dan Arsun Sani.

Di akhir persidangan, Majelis Hakim meminta agar pemohon melengkapi permohonannya dengan fakta-fakta lapangan terkait pengelolaan zakat yang dianggap bertentangan dengan konstitusi.

Sri mengungkapkan bahwa sejauh ini timnya telah berusaha mengungkap sejumlah fakta di lapangan. Namun, terdapat kendala karena informasi yang diperoleh dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) bisa menimbulkan dampak negatif terhadap pihak yang memberi informasi tersebut.

"Kami akan mengupayakan untuk bisa menambahkan hal-hal tersebut dalam perbaikan permohonan. Dan kami tetap akan melanjutkan permohonan ini, dan berharap majelis hakim menggeser pendiriannya terhadap bahwa negara maksimal dalam pengelolaan Baznas," jelas Sri. 

Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa pengelolaan zakat merupakan hak ibadah umat Islam yang seyogianya dikembalikan pada posisinya semula. Negara, kata dia, seharusnya berperan sebagai regulator sebagaimana tercantum dalam naskah akademik.

“Jadi kami akan memperbaiki nanti dan kami berharap hakim akan mengabulkan permohonan ini ke depannya,” kata Sri.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement