Selasa 13 May 2025 08:49 WIB

Satu Cup Es Krim Haram dan Kehidupan Muslim di Jerman

Kehidupan antarumat beragama di Jerman di level akar rumput kini relatif tenang.

Seorang pria berdiri di dalam Masjid Abu-Bakr di Frankfurt, Jerman, Kamis, 29 Juni 2023.
Foto: AP Photo/Michael Probst
Seorang pria berdiri di dalam Masjid Abu-Bakr di Frankfurt, Jerman, Kamis, 29 Juni 2023.

Oleh: Mas Alamil Huda; Jurnalis Republika, dari Berlin

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN --  Ingatan Dita merentang jauh ke belakang. Dia mengulang ucapan seorang penjual es krim itu padanya pada dua tahun silam. Kalimat tersebut ia dengar saat belum genap dua pekan tinggal di negeri orang. Tak bisa ia lupakan kejadian itu sampai sekarang. Momentum tersebut membekas pada dirinya hingga kini, atau hampir tiga tahun hidup di Berlin, Jerman.

Baca Juga

“Jangan pilih yang ini. Ini tidak boleh untukmu.”

Bercerita di salah satu sudut Kota Berlin kepada Republika pekan lalu, mimik muka Dita tampak serius. Sesekali ia menyuapkan sesendok hidangan makan malamnya di tengah cerita. Bagi perempuan 35 tahun tersebut, masa penyesuaian diri di Benua Biru sungguh tak mudah, dari cuaca hingga budaya. Tapi, ia perlahan mampu ‘melawan’ segalanya. “Dan kejadian se-cup es krim itu sangat penting bagi saya,” kata dia.

Warga Negara Indonesia (WNI) yang sedang menempuh studi doktoral di Berlin itu menceritakan kisah ketika ia memesan se-cup es krim tiramisu. Ia sampaikan pesanannya kepada penjual. Tetapi sang penjual es krim yang melihat Dita segera menyergah dan meminta Dita memesan es krim jenis lain. “Mungkin karena dia melihat jilbab saya,” ujar Dita yang berjilbab dan berbusana sebagaimana sebagian besar Muslimah di Indonesia.

Dita diberi tahu penjual bahwa es krim yang dipesannya ternyata beralkohol. Dengan kata lain, es krim itu haram untuk Muslim. Ia sungguh tak tahu. Tak ada informasi tentang kandungan es krim itu. Seandainya tak dilarang penjual, ceritanya mungkin berbeda.

Penjual yang asli orang Jerman tersebut lantas merekomendasikan Dita untuk memesan es krim jenis lain. Dia pun mengiyakan. “Ini aman (halal) untukmu,” ujar Dita menirukan pesan penjual yang masih lekat di ingatannya. “Danke (terima kasih),” kata Dita membalas ramah. Sepotong peristiwa ketika awal ia tinggal di Jerman ini menjadi penguat baginya. Ia merasa ‘dijaga’ di Jerman.

Islam di Jerman secara jumlah memang minoritas. Tetapi dalam konteks Eropa, Jerman adalah negara kedua berpenduduk Muslim terbanyak setelah Prancis. Data terbaru dari Kementerian Dalam Negeri Jerman menunjukkan, kurang lebih ada 5,5 juta Muslim dari 84 juta orang total populasi. Artinya, sekitar 6,6 persen penduduk Jerman adalah umat Islam. 2.500 lebih masjid juga telah berdiri di Jerman.

Jumlah 5,5 juta orang Muslim tersebut beragam latar belakang keturunan. Turki menjadi kelompok Islam paling banyak dalam konteks asal negara. Sedangkan yang lain berasal dari berbagai negara seperti Suriah, Bosnia, berbagai negara Timur Tengah, hingga negara-negara Afrika Utara. Latar belakang dari banyak negara ini membuat corak Islam di Jerman sangat berbeda antara satu dan yang lain. Perbedaan itu mulai dari budaya hingga cara pandang dalam ‘melihat’ Islam itu sendiri.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement