REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (Oraski) menyatakan, tidak akan ikut serta dalam aksi turun ke jalan pada Selasa (20/5/2025). Langkah itu diambil mewakili utaan mitra pengemudi ojek online (ojol) lainnya yang memilih untuk tetap on-bid demi menghidupi keluarga.
Mereka memilih tidak mengikuti mobilisasi bermotif politik yang tidak mencerminkan aspirasi asli pengemudi. Ketua Umum Oraski, Fahmi Maharaja mengakui, kesejahteraan pengemudi harus diperjuangkan, namun melalui pendekatan yang konstruktif dan rasional.
Dia tidak ingin memilih cara politik atau tekanan jalanan yang bisa mengganggu stabilitas ekosistem transportasi online yang selama ini sudah terbentuk. Dia menegaskan, pada prinsipnya Oraski mendukung setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan driver online, namun tidak menyetujui usulan DPR terkait pembatasan potongan aplikasi maksimal 10 persen.
"Usulan tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan transportasi online. Ekosistem ini selama ini terbukti mampu bertahan tanpa subsidi pemerintah, bahkan di tengah tantangan ekonomi global. Jangan sampai niat baik berubah jadi blunder yang membahayakan semuanya," ujar Fahmi di Jakarta, Senin (19/5/2025).
Menurut Fahmi, Oraski menyerahkan urusan potongan aplikasi adalah ranah bisnis-ke-bisnis (B2B) antara aplikator dan mitranya. Pemerintah sebagai regulator, sambung dia, seharusnya tidak masuk terlalu jauh ke dalam urusan tersebut.
"Kalau mau meningkatkan kesejahteraan driver, solusinya bukan dengan membatasi potongan aplikasi, tapi lewat insentif pajak, subsidi kendaraan, dan edukasi berkelanjutan. Itu yang benar-benar bisa dirasakan langsung oleh driver," ujar Fahmi.