Kamis 22 May 2025 13:44 WIB

IDEAS: Mogok Massal Ojol Rugikan Ekonomi Hingga Rp 188 Miliar Sehari

Layanan ride-hailing turun 50 persen, berdampak luas ke UMKM dan logistik.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Pengemudi ojek online (Ojol) menggelar aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (20/5/2025).  Pengemudi ojek daring yang tergabung dalam Asosiasi Pengemudi Ojol Garuda Indonesia menggelar aksi disejumlah titik di Jakarta yakni di kawasan Patung Kuda, Gedung DPR RI hingga kantor Kementerian Perhubungan. Aksi tersebut digelar untuk menyuarakan sejumlah tuntutan salah satunya kebijakan potongan biaya aplikasi sebesar 20 persen oleh aplikator yang dinilai memberatkan para pengemudi ojek online.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengemudi ojek online (Ojol) menggelar aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (20/5/2025). Pengemudi ojek daring yang tergabung dalam Asosiasi Pengemudi Ojol Garuda Indonesia menggelar aksi disejumlah titik di Jakarta yakni di kawasan Patung Kuda, Gedung DPR RI hingga kantor Kementerian Perhubungan. Aksi tersebut digelar untuk menyuarakan sejumlah tuntutan salah satunya kebijakan potongan biaya aplikasi sebesar 20 persen oleh aplikator yang dinilai memberatkan para pengemudi ojek online.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga riset Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) memperkirakan aksi mogok massal pengemudi ojek online (ojol) yang berlangsung pada Selasa (20/5/2025) menyebabkan hilangnya perputaran uang hingga Rp 188 miliar dalam satu hari.

Peneliti IDEAS, Anwar, menyatakan estimasi ini dihitung dari potensi penurunan aktivitas sektor ride-hailing sebesar 50 persen akibat aksi mogok serentak yang dilakukan di berbagai kota besar di Indonesia.

Baca Juga

“Nilai transaksi harian sektor ride-hailing diperkirakan mencapai Rp 375,89 miliar. Jika aktivitas turun separuh saja, artinya ada hampir Rp 188 miliar yang tidak berputar dalam satu hari—dan ini belum menghitung efek berantai ke sektor lainnya,” kata Anwar dalam keterangannya, Rabu (21/5/2025) lalu.

Ia memaparkan bahwa sepanjang 2024, nilai gross transaction value (GTV) layanan Gojek (GoRide, GoFood, GoSend) mencapai Rp 63,04 triliun. Sementara GTV Grab secara global di enam negara Asia Tenggara mencapai 18,4 miliar dolar AS atau setara Rp 293 triliun dengan asumsi kurs Rp 16.000 per dolar AS.

“Jika diasumsikan kontribusi pasar Indonesia terhadap total GTV Grab global sebesar 20 persen, maka estimasi GTV Grab Indonesia tahun 2024 sekitar Rp 58,75 triliun,” jelas Anwar.

Selain Gojek dan Grab, terdapat pula sejumlah aplikasi ride-hailing lainnya seperti Maxim, inDrive, Anterin, dan Nujek, yang diperkirakan menyumbang sekitar 10 persen dari total pasar, atau Rp 13,53 triliun.

“Berdasarkan data tersebut, maka nilai total transaksi industri ride-hailing di Indonesia pada 2024 diperkirakan mencapai Rp 135,32 triliun, atau rata-rata Rp 375,89 miliar per hari,” ujar Anwar.

Ia menambahkan bahwa dampak aksi mogok juga dirasakan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), terutama pedagang kuliner yang sangat bergantung pada layanan pesan antar.

“Bagi warung kecil, arus kas harian adalah urat nadi. Jika terganggu, maka keberlanjutan usaha mereka ikut terancam,” tegasnya.

Selain UMKM, masyarakat umum seperti pekerja harian dan pelajar di kota-kota besar juga terdampak, mengingat transportasi publik belum sepenuhnya terintegrasi. Ojol masih menjadi tulang punggung mobilitas perkotaan.

Sektor logistik skala kecil, seperti pengiriman barang dan dokumen mendesak, turut mengalami gangguan. Banyak pelaku usaha mikro menggantungkan layanan mereka pada aplikasi ride-hailing.

Anwar juga menilai aksi mogok ini menciptakan risiko reputasi bagi perusahaan platform digital. Ketika mitra merasa tidak dihargai dan tidak mendapat kejelasan terkait sistem penghasilan, model bisnis berbasis jaringan pengemudi ini terancam keberlanjutannya.

“Aksi mogok ini mencerminkan ketimpangan relasi kuasa antara perusahaan platform digital besar dan para mitra pengemudi, yang faktanya bekerja layaknya karyawan tetap, tapi tanpa perlindungan hukum,” ujarnya.

Menurut Anwar, tanpa regulasi yang adil dan berpihak, digitalisasi hanya akan melanggengkan eksploitasi dengan wajah baru. Ia mendesak pemerintah untuk tidak tinggal diam terhadap jutaan pengemudi yang dibiarkan tanpa kepastian hukum.

Sebagai informasi, pengemudi ojol yang tergabung dalam berbagai asosiasi melakukan aksi unjuk rasa dan off-bid serentak pada Selasa (20/5/2025) di berbagai daerah. Aksi ini merupakan protes terhadap dugaan pelanggaran regulasi terkait pemotongan aplikasi oleh perusahaan platform.

Regulasi yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) KP Nomor 1001 Tahun 2022, yang menetapkan batas maksimal potongan aplikasi sebesar 20 persen. Namun, dalam praktiknya, aplikator diduga memotong hingga 50 persen.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement