REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) berencana kembali menerbitkan sustainability sukuk atau sukuk berkelanjutan. Senior Vice President (SVP) ESG BSI Rima Dwi Permatasari mengatakan bahwa penerbitan ini merupakan seri kedua sustainability sukuk.
“Tahun lalu BSI menerbitkan sustainability sukuk Rp 3 triliun. Nah, bocorannya di akhir Juni insyaallah kita juga akan terbitkan seri lain, seri kedua sustainability sukuk, mungkin jumlahnya Rp 3 triliun sampai Rp 4 triliun,” ujar Rima dalam Islamic Finance Dialogue (IFD) 2025 yang menjadi bagian dari Islamic Sharia Forum (ISF) 2025 di Hotel Le Meridien, Jakarta, Senin (26/5/2025).
Rima menjelaskan penerbitan sukuk ini bukan karena tekanan likuiditas, tetapi bagian dari rencana jangka panjang BSI. Pada 2024, BSI telah mendapatkan persetujuan untuk menerbitkan sukuk berkelanjutan hingga Rp 10 triliun dalam tiga tahun ke depan.
“Jadi memang tahun kemarin kita sudah menerbitkan sustainability sukuk Rp 3 triliun, di tahun ini seri kedua dan mungkin tahun depan di seri ketiga,” ucap Rima.
Ia menyampaikan fokus pembiayaan dari sukuk ini akan diarahkan ke sektor sosial dan hijau, khususnya pembiayaan UMKM dan mikro. Komposisi alokasinya diperkirakan tetap sama seperti tahun lalu, yakni 60 persen untuk UMKM dan 40 persen untuk sektor hijau.
“Kalau di BSI berarti pembiayaannya ke UMKM dan sustainability sukuk kami tahun lalu dan insyaallah tahun ini juga posturnya sama, 60 persennya lari ke pembiayaan mikro ke UMKM dan 40 persennya ke pembiayaan hijau,” tambahnya.
Rima mengatakan minat investor terhadap sukuk BSI tetap tinggi meski kondisi likuiditas sedang menantang. Proses book building tahun ini bahkan sudah menunjukkan oversubscribe lebih dari tiga kali lipat.
“Mungkin karena namanya sustainability sukuk sehingga semua orang ingin menjadi bagian dari inisiatif yang baik ini dan memberikan dampak kepada masyarakat,” kata Rima.
Selain itu, Rima menekankan pentingnya peran zakat dalam mendukung keberlanjutan dan pengurangan emisi karbon. BSI tengah mengembangkan framework zakat bersama Baznas untuk tujuan tersebut.
“Keuangan syariah akan punya solusi untuk menyelesaikan permasalahan emisi karbon yang dikeluarkan, gak usah pakai Opex, tapi pakai instrumen zakat,” ujarnya.
Untuk meningkatkan inklusi zakat, BSI sedang menyiapkan produk tabungan zakat yang ditujukan bagi masyarakat yang belum mencapai nisab, tetapi ingin mulai berzakat secara berkala.
“Jadi kalau zakat itu harus nisab, ada yang belum masuk nisab tapi ingin berzakat,” kata Rima.
Ia juga menambahkan bahwa BSI terus memperkuat ekosistem halal nasional melalui kolaborasi dengan BPJPH. Pada Februari 2025, BSI telah membantu sertifikasi halal bagi 10 ribu UMKM.
Dari sisi pembiayaan, Rima menyebut pertumbuhan sektor halal di BSI bahkan melampaui rata-rata pertumbuhan pembiayaan bank. Saat ini, pembiayaan ekosistem halal BSI mencapai Rp 25 triliun atau tumbuh sekitar 18 persen.
“Jadi kalau pertumbuhan pembiayaan BSI itu 16 persen, ekosistem halalnya sekitar 18 persen atau saat ini sekitar Rp 25 triliun,” ungkap Rima.
Rima mengatakan komitmen BSI terhadap prinsip keberlanjutan juga tercermin dalam keanggotaannya di jaringan Principles for Responsible Banking. BSI menargetkan penerapan standar ESG tidak hanya pada tingkat nasional, tetapi juga internasional.
“Target ESG-nya BSI itu kita tidak hanya adopting national framework, tapi juga mau mencoba masuk ke standar internasional. Supaya visi BSI menjadi top 10 global Islamic bank betul-betul diimplementasikan dalam DNA perusahaan,” pungkas Rima.