REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kasus pidana terkait pemagaran laut di perairan utara Tangerang, Banten, bak hilang ditelan rimba. Kasus dalam proses penyidikan Bareskrim Polri itu tak kunjung diadili ke persidangan, meski sudah ada empat tersangka dalam kasus tersebut.
Kejaksaan Agung (Kejagung) tak bersedia mengajukan kasus itu ke muka hakim lantaran penyidik kepolisian tak mau memenuhi petunjuk jaksa dalam berkas perkara. Alhasil para tersangka itu, pun ‘dibebaskan’ sementara dari penahanan.
Direktur Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Nanang Ibrahim Soleh menyampaikan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tak bisa mengajukan perkara pagar laut itu ke persidangan lantaran sikap bergemingnya polisi. Menurut dia, berkali-kali kepolisian melimpahkan berkas perkara tersebut ke JPU untuk diajukan ke persidangan, namun Polri hanya menjerat para tersangka dengan sangkaan Pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum (KUH) Pidana.
Pasal tersebut terkait pemalsuan dokumen, dan surat-surat dalam pendirian pagar laut itu. Padahal, kata Nanang, kasus pemagaran laut itu, terkait dengan tindak pidana korupsi.
“Jadi, (berkas perkaranya) tetap kita kembalikan, mengingat perkara tersebut (pagar laut), adalah perkara tindak pidana korupsi,” kata Nanang saat dihubungi Republika dari Jakarta, Senin (26/5/2025).
Menurut Nanang, berkali-kali tim penyidikan di Polri melimpahkan berkas perkara pagar laut ke JPU tanpa penjeratan sangkaan korupsi.
Maka tim penuntutan pun bakal berkali-kali bakal mengembalikan berkas perkara tersebut dengan petunjuk agar Polri memuatkan sangkaan korupsi dalam kasus tersebut.
“Kita (JPU) sudah memberi petunjuk untuk kasus itu, disidik oleh Kortas Tipidkor (Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) Mabes Polri,” kata Nanang.
Petunjuk serupa, kata Nanang, sudah tiga kali disuratkan kepada Bareskrim Polri agar ditaati. “Kita (JPU) tidak bisa melanjutkan perkara tersebut sementara penyidik Polri, tetap mengabaikan petunjuk-petunjuk jaksa,” kata Nanang.
