REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memastikan kelancaran penyelenggaraan ibadah haji 2025/1446 H dengan pengelolaan dana yang transparan, prudent, dan berorientasi pada kesejahteraan jamaah.
Berdasarkan Keputusan Presiden dan kesepakatan Panitia Kerja (Panja) Haji Komisi VIII DPR, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2025 ditetapkan sebesar Rp18,6 triliun. Hingga saat ini, BPKH telah menyalurkan 90 persen dana atau Rp16,5 triliun kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama, memastikan layanan terbaik di Makkah, Madinah, dan kawasan Arafah, Muzdalifah, serta Mina (Armuzna).
Hingga saat ini, BPKH memiliki ketersediaan likuiditas untuk penuhi dua kali BPIH. Dalam menghadapi kenaikan biaya haji akibat inflasi dan fluktuasi kurs, BPKH terus berkontribusi meringankan beban jamaah.
Pada 2022, BPKH membantu hampir 60 persen BPIH, setara dengan Rp 57,7 juta per jamaah. Pada 2024, kontribusi ini mencapai 40 persen (Rp 37,3 juta) dari total BPIH sebesar Rp 93,4 juta, dan pada 2025, BPKH masih menanggung 38 persen (Rp 33,8 juta) dari total BPIH Rp 89,4 juta.
Indra Gunawan, anggota Badan Pelaksana Bidang Investasi BPKH mengatakan, berdasarkan laporan keuangan konsolidasi 2024 (unaudited), nilai manfaat dari investasi dan penempatan dana haji tercapai 101,02 persen dari target.
Dari target Rp 11,515 triliun, realisasi mencapai Rp 11,633 triliun melebihi target yang ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) yang merupakan gabungan hasil pengelolaan investasi Rp 9,29 triliun dan penempatan di bank Rp 2,34 triliun.
‘’Strategi investasi BPKH tidak hanya mengejar imbal hasil, tetapi juga memperhatikan dampak sosial untuk umat Islam di Indonesia,’’ kata Indra dalam keterangan Selasa (3/6/2025). Ia menambahkan, dana jamaah harus siap kapan saja saat dibutuhkan.
Karena itu sebagian besar pada Sukuk (Surat Berharga Syariah baik Negara maupun korporasi BUMN atau Swasta) dengan Tingkat kualitas risiko dan likuiditas yang baik, kemudian sisanya tetap deposito dan instrumen jangka pendek yang aman.
‘’Minimal untuk penuhi dua kali BPIH, sekitar Rp 40,7 triliun," jelasnya. Saat ini, laporan keuangan BPKH sedang diaudit BPK. Perlu diketahui, BPKH telah 6 tahun berturut-turut mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI.
BPKH juga sudah berinvestasi kepada rekening emas di PT Pegadiaian dalam mengikuti harga emas cenderung memiliki tren naik jangka panjang, walau volatile dalam jangka pendek-menengah.
Berbeda dengan surat berharga, emas tidak menghasilkan recurring income; keuntungan diperoleh dari realisasi capital gain melalui penjualan. Jika dimiliki dalam jumlah besar jangka panjang, emas tidak memberikan recurring income untuk mendukung arus kas dari laba selama periode kepemilikan.
Untuk keamanan, investasi emas dimulai bertahap dengan jumlah kecil guna memahami siklus bisnis secara komprehensif (investasi, pencatatan, & divestasi).
BPKH memulai investasi emas pada 2022, mencatat gain double digit pada 2023, dan pada 2025 kembali meningkatkan investasi emas secara signifikan.
Inovasi rekening virtual
Sebagai bentuk keadilan bagi 5,6 juta calon jamaah yang masih dalam antrean, BPKH menghadirkan inovasi rekening virtual. Sejak 2018, total penyaluran dana bagi jamaah yang masih menunggu telah meningkat dari Rp 800 miliar menjadi Rp 18,3 triliun pada 2025.
Saldo setoran awal jamaah yang semula Rp 25 juta kini tumbuh menjadi sekitar Rp 28 juta, membuktikan bahwa BPKH terus berupaya menghadirkan manfaat bagi seluruh calon haji, baik yang sudah berangkat maupun yang masih menunggu.