REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat ekonomi syariah, Adiwarman A Karim menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi menjadi kiblat dunia dalam empat industri dengan berbagai faktor pendukung seperti jumlah penduduk yang banyak.
"Potensi ini sulit dihambat karena sifatnya 'market driven' yang didukung oleh dua faktor utama yaitu populasi dan kreativitas," kata Adiwarman di Jakarta, Rabu (16/11).
Adiwarman yang juga Direktur Utama Karim Business Consulting menyebutkan, empat industri Indonesia yang berpotensi menjadi kiblat dunia adalah industri busana muslimah, industri makanan/minuman halal, industri media berkonten religi, dan industri keuangan syariah.
Pada industri busana muslimah, Indonesia diuntungkan oleh dua faktor yaitu besarnya populasi (jumlah penduduk) sehingga permintaan besar, dan kreativitas perancang busana dan kekayaan etnik yang menjamin pasokan produk tersedia.
"Budaya unik Indonesia yang 'non gender segregation' dan 'non faith segregation' membawa busana muslim menjadi fashion," kata Adiwarman.
Industri makanan/minuman halal juga diuntungkan oleh dua faktor yaitu besarnya populasi dan adanya sertifikat halal. Eksportir yang ingin memasukkan produknya ke Indonesia harus mengikuti standar halal Majelis Ulama Indonesia (MUI), sehingga standar halal Indonesia menjadi standar global.
Industri konten religi juga diuntungkan oleh dua faktor yaitu besarnya populasi dan keragaman pemahaman Islam. Keragaman ini memperluas rentang konten religi mulai dari hiburan dakwah sampai dakwah serius.
Sementara pada industri keuangan syariah, Indonesia mulai mengokohkan diri sebagai pusat keuangan syariah dunia. Bersama Iran, Malaysia, dan Arab Saudi, Indonesia masuk dalam empat besar dunia berdasar Islamic Finance Country Index yang diterbitkan di London.
"Dari empat besar itu, Indonesia merupakan satu-satunya negara demokrasi terbesar dunia yang pertumbuhan keuangan syariahnya berorientasi pada sektor ritel, mikro, dan konsumer," kata Adiwarman.
Selain itu, jumlah nasabah bank syariah di Indonesia mencapau 10 juta dan asuransi syariah 3,5 juta. "Jumlah itu hanya sedikit di bawah jumlah total warga negara Arab Saudi yang 16 juta jiwa," kata Adiwarman.