Rabu 02 Jul 2025 11:48 WIB

ESDM Terbitkan Regulasi Genjot Produksi Migas, Ada Upaya Penertiban Sumur Ilegal

Aturan anyar Kementerian ESDM fokus tata ulang wilayah kerja dan sumur masyarakat.

Rep: Frederikus Dominggus Bata / Red: Gita Amanda
Wakil Menteri (Wamen) ESDM Yuliot Tanjung menerangkan, aturan tersebut dibuat untuk mendukung ketahanan energi nasional. (ilustrasi)
Foto: Kementerian ESDM
Wakil Menteri (Wamen) ESDM Yuliot Tanjung menerangkan, aturan tersebut dibuat untuk mendukung ketahanan energi nasional. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja Sama untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi. Regulasi terbaru ini mengatur kerja sama sumur minyak Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); kerja sama operasi/teknologi; serta pengusahaan sumur tua.

Wakil Menteri (Wamen) ESDM Yuliot Tanjung menerangkan, aturan tersebut dibuat untuk mendukung ketahanan energi nasional. Presiden Prabowo Subianto terus menyinggung asa menuju swasembada. Melalui beleid ini, pemerintah mendorong Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang memiliki wilayah kerja untuk meningkatkan produksi.

Baca Juga

“Bapak Presiden menyampaikan bahwa untuk ketahanan energi dan juga bagaimana kita swasembada energi, mau tidak mau kita harus melakukan peningkatan produksi. Kita mendorong perusahaan-perusahaan KKKS yang sudah diberikan konsesi wilayah kerja bisa meningkatkan produksi,” ujar Yuliot dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (1/7/2025), dikutip Rabu (2/7/2025).

Ia turut menyoroti sumur minyak dan gas bumi (migas) yang selama ini dikelola masyarakat. Dari sumur-sumur tersebut, lanjut Wamen ESDM, terdapat potensi penambahan lifting minyak sebanyak 10–15 ribu barel per hari. Meski demikian, pemerintah perlu melakukan penataan agar aktivitas eksplorasi berjalan sesuai aturan.

“Kalau ini kan juga dengan proses yang ada, kita harapkan mungkin lebih dari 15 ribu. Tetapi target dari Kementerian ESDM itu sekitar 10 ribu sampai 15 ribu barel per hari,” ujar Yuliot.

Berdasarkan Permen ini, sumur migas masyarakat akan dinaungi oleh BUMD, koperasi, atau UMKM melalui kerja sama dengan KKKS. Pembentukan UMKM dapat dilakukan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam wilayah kerja tersebut. Koperasi terdiri atas anggota masyarakat pengelola sumur, dan penghimpunan kegiatan usaha dapat dilakukan juga oleh BUMD.

Selain kerja sama dengan sumur minyak masyarakat, beleid ini juga mengatur kerja sama antara kontraktor suatu wilayah dengan mitra, melalui skema operasi maupun teknologi. Dalam kerja sama sumur, mitra diberikan imbalan 70 persen dari harga Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP). Sementara untuk kerja sama lapangan atau struktur, mitra diberikan imbalan 85 persen dari jatah bagi hasil KKKS.

“Ini bisa dilakukan di sumur atau lapangan yang ideal, bisa juga di sumur lapangan yang masih berproduksi. Mitra menanggung investasi, biaya, dan risiko dalam pelaksanaan kegiatan dalam kerja sama dengan perusahaan KKKS ini,” tutur Yuliot.

Aturan ini juga mengatur kerja sama pengusahaan sumur tua, yang akan dilakukan oleh BUMD atau koperasi kepada KKKS dengan rekomendasi bupati dan persetujuan gubernur. Skema kerja sama ini sudah berjalan sejak 2008, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua. Data Kementerian ESDM mencatat masih terdapat 1.400 sumur tua yang berkontribusi pada penambahan produksi sebesar 1.600 barel per hari. Sumur-sumur itu tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Jambi.

Yuliot juga membedah permasalahan sumur masyarakat yang dinilai tidak memiliki legalitas. “Kategorinya, kegiatan tak berizin atau ilegal,” ujar Wamen ESDM.

Ia menjelaskan, terdapat permasalahan hukum jika masyarakat menggali sumber minyak di wilayah kerja berizin. Pemerintah bertanggung jawab mencarikan solusi yang tidak langsung berujung pada sanksi hukum.

Dia menegaskan pentingnya pembinaan terlebih dahulu. Di Sumatera Selatan saja, misalnya, tercatat lebih dari 100 kasus per tahun. “Secara nasional, ada sekitar 10 daerah yang menjadi perhatian untuk dilakukan penataan,” ujarnya.

Yuliot menyebut, produksi dari sumur masyarakat tidak tercatat resmi, sehingga memengaruhi realisasi lifting nasional dan berpotensi mengurangi penerimaan negara. Selain itu, aktivitas tersebut bisa mengganggu iklim investasi jika dilakukan di wilayah kerja KKKS.

Yang juga menjadi perhatian adalah aspek keselamatan dan lingkungan. Masyarakat kerap melakukan eksplorasi tanpa pembinaan dan menggunakan teknologi seadanya, di luar standar resmi. Aktivitas tersebut juga melanggar prosedur pengolahan lingkungan dan menghasilkan minyak di bawah standar kualitas pemerintah.

“Kalau dilihat dari kasus-kasus yang terjadi, seringkali ada kecelakaan, korban jiwa, pencemaran, dan kerusakan lingkungan. Minyak pun tidak sesuai dengan standar,” kata Yuliot.

Pemerintah mencatat bahwa di beberapa daerah aktivitas ini menjadi mata pencaharian utama masyarakat. Ini menimbulkan persoalan sosial dan keamanan. Maka dari itu, negara menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 untuk menjadi dasar hukum peningkatan lifting migas dan penertiban sumur ilegal, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement