REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buat sebagian orang, kata “firewall” mungkin masih terdengar seperti benda misterius. Entah itu perisai, tembok api sungguhan, atau aplikasi yang tugasnya mencegah komputer tersedak pop-up iklan.
Namun, bagi orang-orang yang hidupnya bergantung pada sinyal, server, dan kabel LAN—firewall adalah penjaga malam, garda depan dari serangan digital yang tak kenal waktu.
Makanya, saat ID Networker ngadain pelatihan Fortigate Firewall Security (NSE 4) pada 25-26 Juni 2025 kemarin, orang-orang yang hidupnya berdenyut lewat internet langsung siap-siap buka laptop dan masuk mode belajar.
Termasuk lima orang jagoan dari Biro Teknologi Informasi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI), antara lain Bakhtiar Rifai, Herman Kuswanto, Taufik Rahman, Sumarna, dan Hafis Nurdin.
Mereka ini bukan mahasiswa magang yang baru kenal TikTok, tapi orang-orang di balik layar yang bikin server kampus tetap waras dan koneksi tetap nyambung di tengah dosen yang pengin Zoom tanpa delay dan mahasiswa yang nyoba nonton YouTube pas kelas.
Yang bikin pelatihan ini makin mantep adalah kehadiran Miftahul Huda, sang trainer bersertifikasi, yang entah kenapa tetap bisa menjelaskan tentang NAT dan DoS Attack tanpa bikin kepala peserta meledak.
Nggak cuma teori, mereka juga disuguhi praktik lewat lab simulasi, lengkap dengan studi kasus yang, jujur aja, kadang lebih pelik daripada konflik sinetron jam tujuh.
Materinya? Mulai dari konfigurasi awal FortiGate, log & monitoring, web filtering, hingga Intrusion Prevention. Bahkan mereka belajar bagaimana mencegah serangan DoS—yang konon bisa bikin server megap-megap kayak manusia habis lari naik tangga lima lantai tanpa sarapan.
Tapi tentu saja, bukan hanya soal skrip dan konfigurasi. Pelatihan dua hari ini juga jadi ajang ngopi bareng sambil ngobrolin nasib jaringan kampus yang kadang lebih sensitif dari hati mantan. Ada yang cerita tentang perangkat yang tiba-tiba hang pas jam kuliah padat.
Ada yang ketawa getir pas ngomongin mahasiswa yang suka utak-atik jaringan demi sinyal gratis. Dan di tengah semua itu, ada semangat untuk belajar dan tetap relevan, meski usia router di kampus udah lebih tua dari mahasiswa angkatan 2020.
Pelatihan ini, meski kecil skalanya—cuma 10 peserta—tapi dampaknya besar. Ini bukan cuma soal kemampuan teknis, tapi tentang rasa tanggung jawab menjaga ekosistem digital yang makin rapuh oleh serangan siber dan hoaks saban hari.
ID Networker, dalam hal ini, tampil bukan cuma sebagai penyelenggara, tapi semacam rumah belajar bagi mereka yang ingin jadi satpam digital profesional—tanpa seragam, tapi tetap siaga.
Dan UBSI sebagai Kampus Digital Kreatif, lewat para teknisinya yang mau turun gunung ikut pelatihan, menunjukkan bahwa menjaga mutu sistem informasi itu bukan cuma urusan gedung tinggi dan jaringan luas.
Namun, tentang manusia yang mau terus belajar, menambal celah, dan menyiapkan barikade sebelum badai datang.
Di dunia yang makin terkoneksi ini, serangan siber bisa datang kapan aja—bahkan saat kita lagi ngopi sambil nonton YouTube. Maka mereka yang paham cara kerja firewall bukan cuma teknisi, tapi pejuang zaman digital.
Dan seperti kata salah satu peserta yang wajahnya masih kelelahan habis simulasi DoS, “Firewall itu kayak cinta. Kalau nggak dibangun dengan benar, bakal bocor dan sakitnya lama.”