REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA — Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menyampaikan sejumlah masukan penting terkait rencana pemerintah menaikkan tarif ojek online (ojol) sebesar 8 hingga 15 persen.
Igun menegaskan bahwa pihaknya mendukung dilakukannya kajian lebih mendalam sebelum kebijakan kenaikan tarif diputuskan.
“Kenaikan tarif sebaiknya dikaji lebih mendetail terlebih dahulu karena pasti akan berdampak pada pengemudi, pelanggan, hingga pelaku UMKM yang menjadi bagian dari ekosistem transportasi daring,” ujar Igun dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (12/6/2025).
Menanggapi rapat kerja antara Komisi V DPR RI dan Kementerian Perhubungan pada 30 Juni 2025 yang membahas permasalahan transportasi berbasis aplikasi daring, Igun menyebut perhatian utama asosiasi tertuju pada pemotongan biaya aplikasi sebesar 10 persen, bukan sekadar tarif penumpang.
Menurutnya, pemotongan biaya aplikasi akan berdampak langsung pada penghasilan pengemudi dan keberlanjutan bisnis aplikator tanpa harus membebani pelanggan.
Sebaliknya, lanjutnya, kenaikan tarif penumpang berpotensi menimbulkan efek domino terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan menurunnya minat pelanggan terhadap layanan ojek daring.
Ia juga menyayangkan kurangnya komunikasi antara pemerintah dengan asosiasi pengemudi dalam proses pengambilan kebijakan.
“Selama ini, masukan hanya datang dari perusahaan aplikasi atau kelompok pengemudi yang ditunjuk oleh aplikator,” kritiknya.
Garda Indonesia turut mengusulkan agar tarif pengantaran barang dan makanan diberi ruang diskresi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari sistem seperti member, slot, multi order, hingga prioritas yang dinilai merugikan pengemudi.
Adapun lima tuntutan utama yang disampaikan Garda Indonesia adalah: pembentukan undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait transportasi daring, pemotongan biaya aplikasi menjadi 10 persen, pemberian diskresi tarif pengantaran, audit menyeluruh terhadap aplikator sesuai Kepmenhub KP No.1001/2022, serta penghapusan skema insentif internal yang dianggap tidak adil.
Igun menambahkan, Garda Indonesia merencanakan aksi nasional pada 21 Juli 2025 di Istana Negara serta aksi serentak mematikan aplikasi di seluruh Indonesia, yang ditargetkan diikuti sekitar 500 ribu pengemudi.
“Kami ingin negara hadir dalam menciptakan kebijakan transportasi daring yang adil dan berpihak kepada pengemudi serta masyarakat luas,” tegasnya.