REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap tanggal 10 Muharram dalam kalender Hijriah, umat Islam di berbagai penjuru dunia mengenang sebuah peristiwa memilukan dalam sejarah, yakni Tragedi Karbala. Dalam peristiwa ini, seorang cucu Nabi Muhammad SAW, yakni Husain bin Ali, syahid secara tragis.
Tragedi Karbala terjadi pada tahun 61 Hijriah atau bertepatan dengan 10 Oktober 680 M. Ini tak hanya mengguncang umat Islam pada saat itu, tetapi juga meninggalkan luka sejarah yang dalam hingga kini.
Husain adalah putra dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra, putri kesayangan Rasulullah SAW. Ia bersaudara kandung dengan Hasan.
Husain dikenal sebagai sosok yang teguh, berani, dan mencintai keadilan. Kesetiaannya pada nilai-nilai Islam membuatnya menolak bersumpah setia (baiat) kepada Yazid bin Muawiyah.
Sosok yang disebut akhir itu adalah putra pendiri Dinasti Umayyah, Muawiyah bin Abi Sufyan. Yazid dinilai tidak layak secara moral dan spiritual untuk memimpin umat.
Penolakan Husain terhadap kekuasaan yang zalim berujung pada pengepungan. Karena dikepung, ia, keluarga, dan seluruh pengikutnya terhalang dari pasokan air dan makanan. Keadaannya amat memilukan.
Pasukan yang mengepung kubu cucu Rasulullah SAW itu diperintah Ubaidullah bin Ziyad.
Akhirnya, Husain dan para pengikutnya diserbu pasukan pro-Umayyah ini. Seperti diceritakan Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa an-Nihayah, Husain terbunuh di Karbala (kini bagian dari negara Irak) pada 10 Muharram 61 H atau tepat Hari Asyura.
Ibnu Katsir menulis: “Yang membunuh Husein dengan tombak adalah Sinan bin Anas bin Amr Nakhai, dan kemudian dia menggorok leher Husein dan menyerahkan kepala Husein kepada Khawali bin Yazid.”
Hingga kini, makam cucu Nabi ini menjadi misteri besar dalam sejarah Islam dan masih banyak diperdebatkan. Beberapa sumber menyebut kepala Husain telah disatukan dengan jasadnya di Karbala, Irak. Hingga ada pendapat makamnya berada di Kairo, Damaskus, Karbala, Raqqa, Ashkelon, dan Madinah.
View this post on Instagram