Rabu 09 Jul 2025 07:48 WIB

Kementerian HAM Kritisi Penghentian Sekolah di Kawasan Konservasi Tesso Nilo

Hak atas pendidikan adalah hak dasar anak.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Hafil
Seorang pawang atau mahout menunggang gajah sumatera jinak di Taman Nasional Tesso Nilo, Provinsi Riau, Sabtu (4/7/2020). Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selama periode 2017 hingga 2019, populasi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) bertambah dari 611 ekor menjadi 693 ekor baik itu di kawasan konservasi dan juga kawasan hutan serta di kawasan luarnya.
Foto: Antara/FB Anggoro
Seorang pawang atau mahout menunggang gajah sumatera jinak di Taman Nasional Tesso Nilo, Provinsi Riau, Sabtu (4/7/2020). Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selama periode 2017 hingga 2019, populasi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) bertambah dari 611 ekor menjadi 693 ekor baik itu di kawasan konservasi dan juga kawasan hutan serta di kawasan luarnya.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Kementerian HAM RI, Munafrizal Manan mengkritisi penghentian aktivitas belajar mengajar dan pelarangan penerimaan siswa baru di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau. Penghentian aktivitas belajar mengajar tersebut merupakan imbas dari penertiban lahan oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan.

Munafrizal menegaskan hak atas pendidikan adalah hak dasar anak dan yang harus dijamin dan dipenuhi oleh negara. Ia tak ingin ada anak yang putus sekolah. 

 

“Kebijakan yang dibuat harus diletakkan dalam kerangka melindungi dan memenuhi hak-hak dasar warga negara, termasuk hak atas pendidikan anak-anak di kawasan Tesso Nilo. Hak atas pendidikan bagi anak-anak tidak boleh menjadi korban,” kata Munafrizal dalam keterangannya pada Selasa (8/7/2025).

 

Munafrizal mengatakan Kanwil Kementerian HAM Sumatera Barat wilayah kerja Provinsi Riau telah ditugaskan untuk segera melakukan peninjauan lapangan. Nantinya tim disana akan melakukan komunikasi dan koordinasi pihak-pihak terkait. 

 

"Ini guna memastikan pemetaan fakta secara akurat dan lengkap serta mendorong adanya dialog antara masyarakat, pemerintah daerah, dan instansi pendidikan," ujar Munafrizal. 

 

Dalam survei awal, kurang lebih 11.000 kepala keluarga atau sekitar 40.000 jiwa terdampak relokasi mandiri paling lambat 22 Agustus 2025. Ini termasuk puluhan sekolah dasar dan menengah yang kehilangan akses karena jarak antar sekolah alternatif melebihi 20 km dari permukiman. 

 

"Hal ini berdampak atas pemenuhan hak atas pendidikan bagi anak-anak," ujar Munafrizal. 

 

Munafrizal mendorong Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk memberikan perhatian serius terhadap dampak kebijakan penghentian aktivitas pendidikan di kawasan Tesso Nilo. Ia menegaskan upaya perlindungan hak atas pendidikan bagi anak-anak terdampak harus menjadi prioritas.

 

"Bisa melalui penyediaan alternatif layanan pendidikan yang dapat dijangkau secara geografis dan sosial,” ucap Munafrizal.

 

Selain itu, Munafrizal menghimbau Kementerian Kehutanan agar tidak mengambil tindakan relokasi secara tergesa-gesa sebelum ditemukan solusi terbaik menyeluruh dan berbasis pada prinsip HAM. 

 

"Penataan kawasan konservasi seharusnya mempertimbangkan eksistensi warga dan hak-hak dasar mereka yang telah lama hidup di wilayah tersebut, termasuk hak atas pendidikan,” ucap Munafrizal.   

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement