REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam upaya memperkuat kedaulatan sistem pembayaran nasional, Bank Indonesia melalui Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) terus mendorong transformasi digital yang inklusif dan efisien. Salah satu langkah strategis yang kini menjadi sorotan adalah peluncuran kartu kredit domestik dan perluasan penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Menurut Direktur DKSP, Dudi Dermawan, kebijakan ini bukan sekadar inovasi teknologi, tetapi bagian dari strategi besar untuk mengurangi dominasi sistem pembayaran internasional seperti Visa dan Mastercard.
Dudi Dermawan mengungkapkan bahwa nilai transaksi digital domestik sudah mencapai angka yang sangat signifikan QRIS Rp 317 triliun, USR (Universal System Retail) Rp 359 triliun dan Kartu debit (GPN) Rp 628 triliun. Ketiga jenis transaksi ini mayoritas berbasis lokal, baik dari sisi sistem maupun infrastrukturnya.
Jika seluruh transaksi tersebut dilakukan melalui jaringan internasional seperti Visa atau Mastercard, maka akan dikenakan biaya sekitar 2,5 persen per transaksi. Dalam satu kuartal, potensi kehilangan devisa bisa mencapai Rp 70 triliun, dan dalam setahun bisa menyentuh angka Rp 280 triliun.
“Bayangkan, Rp 280 triliun itu big money. Kalau kita bisa dapat Rp 280 triliun, kenapa harus bergantung pada sistem luar?” ujar Dudi saat berbicara dalam acara Editors Briefing Bank Indonesia di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Jumat (18/7/2025).
Langkah selanjutnya yang sedang dipersiapkan adalah peluncuran kartu kredit domestik berbasis rupiah. Pasar kartu kredit saat ini diperkirakan mencapai Rp 112 triliun. Jika kartu kredit lokal berhasil menggantikan dominasi Visa dan Mastercard, maka pendapatan mereka dari pasar Indonesia akan berkurang drastis.
“Itulah sebabnya mereka (USTR) mendorong agar transaksi tidak dilakukan secara domestik. Mereka ingin (Indonesia) tetap masuk ke transaksi dunia, agar penerimaan mereka tetap terjaga,” jelas Dudi.
Selain itu Bank Indonesia menurut Dudi juga akan memperkuat QRIS. Saat ini QRIS menjadi tulang punggung transaksi digital masyarakat Indonesia. Target pengguna QRIS tahun ini naik dari 55 juta menjadi 58 juta, sementara target merchant meningkat dari 35 juta menjadi 40 juta. Bahkan, pada bulan Juli saja, transaksi QRIS sudah mencapai Rp 6 triliun, mendekati target tahunan sebesar Rp 6,5 triliun.
QRIS juga mengubah gaya hidup anak muda. Kini, mereka bisa bertransaksi tanpa membawa uang tunai, cukup dengan tap dan bayar menggunakan fitur pay-later.
“Semua orang sekarang nyaman menggunakan QRIS. Tapi kita juga sedikit khawatir, anak muda jadi konsumtif karena semua bisa dibeli secara pay-later,” kata Dudi.
Kemudahan transaksi digital harus diimbangi dengan edukasi keuangan. DKSP menekankan pentingnya literasi finansial agar masyarakat, khususnya generasi muda, tidak terjebak dalam pola konsumtif. “Kita harus terus edukasi tentang keamanan keuangan dan belanja bijak. Teknologi harus mendukung kesejahteraan, bukan menciptakan masalah baru,” kata Dudi.