REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Penataan spektrum frekuensi di rentang 800 Mhz yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dinilai kurang strategis karena dilakukan saat pergantian pemerintahan.
“Kami mengkhawatirkan Rencana Peraturan Menteri (RPM) Penataan Frekuensi 800 Mhz dapat mengubah arah dan peta industri telekomunikasi Indonesia. Seharusnya Kominfo menahan diri untuk membuat keputusan sepenting ini pada masa pergantian kekuasaan,” ujar Presiden Direktur dan CEO Indosat Alexander Rusli dalam rilisnya, Senin (8/9).
Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) ini meminta Kominfo belajar dari proses pengalokasian 30 Mhz pada frekuensi 2.3 Ghz sebelumnya yang tersendat. Lantaran adanya perbedaan yang mendasar antara draft rancangan Peraturan Menteri yang dikonsultasikan ke publik.
“Isinya berbeda dengan substansi yang disosialisasikan dalam rapat-rapat operator dengan pihak regulator,” ujar Alex.
Ditambah lagi, saat ini spektrum frekuensi tersebut dipakai oleh beberapa operator telekomunikasi yang memiliki produk berbasis teknologi Code Division Multiple Access (CDMA). Mereka antara lain Bakrie Telecom, Telkom, Smartfren, dan Indosat.
Alex mengakui, pengaturan frekuensi ini memang sudah menjadi wacana yang panjang. Operator telekomunikasi dituntut dapat mengoptimalkan frekuensi yang dimiliki, mengingat teknologi CDMA sudah tidak berkembang sebagaimana dahulu.
“Namun proses yang terburu-buru dikhawatirkan malah dapat membuat keadaan yang kontraproduktif. Penataan spektrum frekuensi 800 Mhz ini baiknya dilakukan oleh pemerintahan yang baru,” usul Alex.