Senin 15 Sep 2014 16:11 WIB

Aplikasi Peta Deteksi Malaria Dikembangkan

Rep: c69/ Red: Agung Sasongko
Nyamuk Malaria
Foto: Centers for Disease Control and Prevention
Nyamuk Malaria

REPUBLIKA.CO.ID,  SAN FRANCISCO -- Para ilmuwan tengah mengembangkan sebuah platform online, dengan menggunakan data pada Google Earth. Dengan ini, nantinya semua petugas kesehatan di seluruh dunia dapat memprediksi di mana saja malaria kemungkinan akan ditransmisikan.

Para peneliti dari University of California, San Francisco, seperti yang dilansir dari The Finacial Express, Senin (14/9), menjelaskan, fokus usaha ini adalah untuk negara yang miskin sumber daya. Tujuannya agar lebih efektif dan bertarget dalam berkampanye melawan penyakit yang dibawa oleh nyamuk.

Dikabarkan penyakit yang ditularkan lewat nyamuk telah membunuh 600.000 orang per tahun. Sebagian besar korbannya adalah anak-anak.

Menurut mereka, dengan banyaknya kebutuhan kesehatan masyarakat, negara seringkali membuat kesalahan. "Mereka mengurangi upaya penyembuhan malaria ketika usaha itu sudah cukup dekat dengan kesembuhan," kata Hugh Sturrock, Asisten Profesor Epidemiologi dan Biostatistik.

Sturrock mengungkap, hal itu justru memiliki konsekuensi bencana. Malaria dapat dengan cepat kambuh kembali. Akibatnya, usaha tahunan dan mahal itu hanya untuk disia-siakan.

Maka, Sturruck menerangkan, dengan peta ini, petugas kesehatan akan tahu persis di mana menargetkan sumber daya mereka yang terbatas itu. Dengan begitu, mereka dapat mencegah atau menanggulangi penyakit sampai benar-benar hilang.

Perangkat Google Earth menyatukan citra satelit di dunia. Selama hampir 40 tahun, triliunan pengukuran ilmiah dilakukan. Hal itu membuatnya tersedia secara online dan dijadikan alat bagi para ilmuwan, peneliti independen dan negara untuk mendeteksi perubahan, tren peta dan mengukur perbedaan di permukaan bumi.

Sementara, dengan platform prediksi malaria, petugas kesehatan lokal akan dapat meng-upload data mereka sendiri di mana dan kapan kasus malaria telah terjadi. Itu kemudian akan digabungkan dengan data satelit real-time pada cuaca dan kondisi lingkungan lainnya dalam Earth Engine.

Nantinya hasil dari itu semua dapat dijadikan penentu di mana kasus baru paling mungkin terjadi. Dengan begitu, mereka bisa melakukan pencegahan, speerti menyemprotkan insektisida, mendistribusikan kelambu atau memberikan obat antimalaria. Hal ini menjadi tepat sasaran, karena hanya untuk orang-orang yang masih membutuhkan, bukan menyelimuti seluruh negeri.

Dengan melihat hubungan antara kejadian penyakit dan faktor-faktor seperti curah hujan, vegetasi dan keberadaan air di lingkungan, peta juga akan membantu petugas kesehatan dan ilmuwan mempelajari apa yang mendorong penularan malaria.

Alat baru ini akan diujicobakan di Swaziland, sebuah negara di Afrika bagian selatan. Negara ini memiliki keterbatasan akses ke beberapa kantung kecil program eleminasi malaria di seluruh negeri yang diluncurkan pada tahun 2008 dengan bantuan dari Kelompok Global Health.

Rencananya alat ini akan dibuat agar dapat tersedia bagi petugas kesehatan di negara lain yang bekerja dengan Kelompok Global Malaria Eliminasi Initiative. Alat ini juga dapat diadaptasi untuk memprediksi penyakit menular lainnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement