REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Usaha budidaya ikan bawal air tawar saat ini tengah menghadapi dua tantangan besar. Yaitu isu lingkungan berupa limbah yang dihasilkan oleh ikan bawal yang berbasis budidaya intensif dan terbatasnya suplai protein untuk pakan ikan bawal.
Pertumbuhan industri akuakultur yang intensif menyebabkan makin cepatnya proses akumulasi sisa pakan.Bahan organik dan nitrogen anorganik yang toksik di dalam perairan meningkatkan dampak negatif di perairan. Dengan kata lain, proses produksi pada sistem akuakultur menghasilkan sejumlah besar buangan ke lingkungan.
Puguh Widagdo, Hasan Abidin, Sri Sukmawardani H, Iis Widiani adalah empat mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menerapkan teknologi ini untuk meningkatkan kualitas air tambak ikan bawal. Inovasi yang mereka ciptakan adalah dengan memanfaatkan tepung tapioka sebagai asupan karbonnya.
“Tingginya nutrien yang masuk ke perairan menyebabkan kerusakan lingkungan perairan. Air yang berasal dari perairan yang rusak ini meningkatkan kehadiran mikroorganisme patogen, sehingga patogenitas penyakit semakin meningkat pada lingkungan akuakultur. Hal ini justru dapat mengurangi produksi akuakultur,” ujar Puguh selaku Ketua Tim dalam siaran persnya yang diterima Republika Online (2/1).
Menurutnya, secara umum untuk mengatasi buangan dari kegiatan akuakultur adalah pergantian air kolam dengan air yang baru secara terus menerus tetapi metode ini memerlukan air baru yang sangat banyak. Metode kedua untuk menghilangkan sebagian besar polutan dari perairan kolam adalah sistem resirkulasi (RAS – Recirculating Aquaculture System) yang menggunakan berbagai tipe biofilter yang berbeda dalam pengolahan limbah, tetapi metode ini memerlukan investasi dan biaya operasional yang besar termasuk biaya energi dan tenaga kerja.
Alternatif lainnya, limbah yang berasal dari sisa pakan dan hasil metabolisme ikan dapat dikurangi dengan menerapkan teknologi bio-flocs. Teknologi bio-flocs ini menggunakan sistem akuakultur tanpa pertukaran air dan dapat memberikan nilai tambah sebagai pakan tambahan ikan bawal. Puguh dan tim melakukan inovasi yakni menggunakan teknologi bio-flocs dengan penambahan tepung tapioka sebagai sumber karbon. Bio-flocs merupakan suatu jenis kultur mikroba campuran yang tumbuh cepat pada buangan nitrogen dimana buangan nitrogen ini didaur ulang menjadi sel muda yang kemudian dapat dimakan ikan.
Bio-flocs yang dimanfaatkan sebagai pakan tambahan oleh ikan dapat meningkatkan pertumbuhan ikan disebabkan kandungan nutrisi bio-flocs tidak jauh beda dengan pakan buatan, yaitu mengandung protein, asam lemak tak jenuh, dan lipid yang tinggi sehingga cocok digunakan sebagai pakan untuk ikan.Menurut Puguh, tiga perlakuan yang dilakukan adalah penambahan tepung tapioka, bakteri probiotik Bacillus sp., dan kombinasi dari keduanya terhadap kontrol. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata terhadap control, yakni pertumbuhan ikan bawal yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa bio-flocs telah terbentuk dan bio-flocs tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan tambahan oleh ikan.
Dari aspek efisiensi pakan terhadap tiga perlakuan di atas dapat diketahui bahwa penambahan tepung tapioka, bakteri Bacillus sp., dan kombinasi dari keduanya memberikan nilai efisiensi pakan yang tinggi.“Tingginya tingkat kelangsungan hidup tersebut disebabkan toksisitas bahan buangan beracun dan timbulnya penyakit patogenik dapat ditekan melalui teknologi bio-flocs yang tumbuh,” tambahnya.
Selain itu, Puguh telah membuktikan bahwa teknologi bio-flocs dapat memperbaiki kualitas air pada tambak. Hal ini dapat dilihat dari data kualitas air antara lain: nitrat, nitrit, DO, TAN, TSS, suhu, dan pH. “Nitrat, nitrit, dan TAN terjadi penurunan hingga minggu terakhir bila dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, dengan teknologi bio-flocs dapat menurunkan rasio konversi pakan, meningkatkan efisiensi pakan, dan mempertahankan kelangsungan hidup yang tetap tinggi dibandingkan dengan kontrol. Sehingga teknologi bio-flocs ini dapat diterapkan oleh masyarakat untuk meminimalisir buruknya kualitas air akibat dari akumulasi sisa pakan dan feses serta dapat digunakan sebagai pakan tambahan untuk budidaya ikan bawal,” ujarnya.