Ahad 07 Apr 2019 11:10 WIB

WhatsApp Buka Kanal Lapor Hoaks Jelang Pemilu

Awal tahun ini, WhatsApp membatasi jumlah meneruskan pesan menjadi hanya lima kali

Hoaks (ilustrasi)
Foto: Dok Republika.co.id
Hoaks (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- WhatsApp menggandeng Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) dan lembaga ICT Wacth untuk membuka saluran telepon agar publik bisa melaporkan hoaks temuan mereka. Kanal laporan hoaks ini dibuka menjelang Pemilu 2019 pada 17 April.

"Hal ini dibangun atas komitmen WhatsApp, termasuk upaya kami mengurangi jumlah pesan yang dapat diteruskan hingga maksimal lima kali, yang ternyata dapat mengurangi 25 persen distribusi pesan terusan di WhatsApp," kata WhatsApp dalam keterangan pers, dikutip Ahad (7/4).

Baca Juga

Masyarakat dapat mengirim teks, foto, video dan audio yang berpotensi berisi misinformasi atau hoaks ke nomor +6285574676701. Aplikasi berlogo warna hijau itu juga memastikan bahwa pesan itu mendapat perlindungan enkripsi end-to-end yang berlaku di platform tersebut, sehingga pesan tidak dapat terlihat oleh WhatsApp sendiri.

Laporan ini juga akan menjadi arsip data MAFINDO mengenai penyebaran hoaks selama periode pemilihan umum. Presidium MAFINDO Harry Sufehmi meminta pengguna WhatsApp untuk melaporkan hoaks ke nomor tersebut agar kabar bohong dapat diidentifikasi dan didata.

"Misinformasi merupakan tantangan yang membutuhkan kerja sama yang kuat untuk menanggulanginya," kata dia dalam keterangan yang sama.

Selain dengan MAFINDO, WhatsApp juga bekerja sama dengan ICT Watch untuk memberikan pelatihan bagi publik mengenai hoaks di 10 Ruang Publik Terpadu Raman Anak (RPTRA) di Jakarta.

WhatsApp juga berencana untuk bekerja sama dengan komunitas untuk mengembangkan stiker yang bertema mengatasi hoaks. Awal tahun ini, WhatsApp membatasi jumlah meneruskan pesan atau forward menjadi hanya lima kali untuk satu pesan.

Saat ini, pesan yang diteruskan dilabeli forwarded sehingga penerima tahu bahwa pesan tersebut bukan asli ditulis oleh si pengirim.

Wakil Direktur Kebijakan Publik dan Komunikasi WhatsApp, Victoria Grand pada Januari lalu mengatakan pembatasan pesan ini akan membantu melacak perilaku yang mencurigakan.

WhatsApp tidak dapat membaca isi pesan yang dikirim karena enkripsi end-to-end yang disematkan di sistem mereka hanya mengizinkan pengirim dan penerima pesan untuk membaca isi pesan tersebut. Tapi, WhatsApp bisa mendeteksi perilaku berkirim pesan jika terdapat aktivitas yang tidak wajar, misalnya meneruskan pesan ke banyak orang sekaligus.

"Mempersulit orang-orang yang kurang bertanggung jawab untuk meneruskan pesan," kata Grand.

Berdasarkan data WhatsApp, 90 persen pesan yang dikirim di platform tersebut tergolong pesan pribadi, sisanya dapat berupa pesan yang lain.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement