REPUBLIKA.CO.ID, QINGDAO — Berjaya di berbagai negara, Hisense mengaku kesulitan mengembangkan usaha perangkat telepon pintar (smart phone) di Indonesia. Vice General Manager Hisense Lu Qingya mengatakan, karakter masyarakat Indonesia itu sangat unik.
Banyak kasus perusahaan Republik Rakyat Cina kesulitan melakukan ekspansi usaha gara-gara susah merebut hati konsumen Indonesia.
Lu mencontohkan, pola pikir yang menganggap kualitas barang negaranya lebih jelek daripada Jepang atau Korea Selatan (Korsel) menjadi masalahnya. Padahal, menurut dia, ponsel pintar yang diproduknya perusahaannya memiliki kualifikasi sistem operasi android lebih bagus dibanding negara tetangga.
Belum lagi perangkat yang dibenamkan juga menggunakan sistem operasi android lebih lengkap dan mudah pemakaiannya.
“Tapi karena mindset kualitas made in Cina selalu dianggap kualitas rendah dan itu sudah tertanam di masyarakat Indonesia, jadi menjadi tantangan kami untuk mengubahnya,” kata Lu saat menerima delegasi operator Smartfren dan jurnalis di Hisense Tower, Qingdao, Provinsi Shandong pekan lalu.
Lu menjelaskan, bukan perkara mudah mengubah pola pikir yang sudah tertanam. Namun perusahaannya tidak tinggal diam menyikapi hal itu. Ia yakin, ada cara yang bisa menjadi solusi untuk mendobrak cara pandang bahwa produk buatan Jepang atau Korsel lebih baik. Lu mengacu pada berjayanya produk Hisense di puluhan negara dari lima benua.
Hingga Oktober 2012, papar dia, terjual 6,6 juta telepon pintar, 9,3 juta pendingin ruangan (AC), 10 juta kulkas, dan 12,3 televisi LCD di seluruh dunia. Namun dari jumlah itu sangat sedikit sekali kontribusi penjualan dari Indonesia. Karena itu, pihaknya menggandeng Smartfren untuk bisa memasarkan telepon pintar dengan aplikasi lengkap dan terkini, tapi dengan harga miring.
“Kami terus memperluas pasar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kami datang dengan misi membangun branding baru,” ujar Lu.