REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Keberadaan satwa langka terancam dari hewan pemburu yang memangsa di malam hari. Menghindari punahnya satwa yang dilindungi, Royal Astronomical Society bersama para ahli ekologi dari Liverpool John Mores University (LJMU) melakukan uji coba teknologi drone berbekal inframerah.
Berdasarkan laporan Telegraph, kamera pada drone dilengkapi inframerah berkemampuan mendeteksi tanda-tanda termal makhluk hidup dalam kondisi gelap secara otomatis. Biasanya teknologi tersebut dipakai untuk mencari cahaya bintang atau galaksi yang tak bisa dilihat mata telanjang. Tim peneliti bekerja sama dengan Chester Zoo dan Knowsley Safari Park dalam memrogram ulang perangkat lunak.
Data dari perpustakaan hewan dan lingkungan dipakai untuk menemukan berbagai hewan. Uji coba lapangan pertama kali dilakukan pada kelinci Riverine yang terancam punah di Afrika Selatan pada September 2017. Selanjutnya, tim akan melakukan uji coba terhadap orangutan di Malaysia, kemudian monyet laba-laba di Meksiko, serta lumba-lumba sungai asal Brazil.
"Kamera inframerah dapat dengan mudah melihat gerakan hewan melalui panas tubuh yang dihasilkan," kata Dr. Claire Burke dari LJMU. Gerakan manusia dan hewan dalam cahaya inframerah sama seperti bintang dan galaksi di angkasa.
Gabungan pengetahuan ahli konservasi ekologi dan astronom mampu mengembangkan sistem untuk menangkap hewan pemburu dalam kegelapan secara otomatis. Sebab, biasanya perburuan selalu terjadi malam hari sehingga cenderung sulit mencegah perburuan. Para ahli bertujuan membuat sistem yang mudah digunakan bagi para konservasionis di dunia. Hewan yang terancam punah mudah dilacak, dan bisa memantau pergerakannya. Para konservasionis juga bisa mencegah terkaman hewan terhadap satwa langka sehingga bisa mencegah perburuan.
Drone atau pesawat tanpa awak yang diprogram khusus sehingga dapat mengobservasi wilayah yang cukup luas. Drone juga bisa memantau daerah yang sulit dijangkau tanpa mengganggu binatang. Tim peneliti juga mengembangkan perangkat lunak dengan model efek vegetasi yang menghalangi panas tubuh.
Software tersebut bisa membantu drone mencari posisi satwa yang bersembunyi di antara pepohonan. Drone mampu mengenali berbagai jenis hewan hanya dengan tanda termal. Para konservasionis bisa membedakan dengan mudah, antara badak atau kuda nil dalam kondisi gelap. Sistem telah sempurna dan ditingkatkan untuk mengompensasi efek atmosfer, cuaca, serta faktor lingkungan lain. Menurut para ahli, kelembapan udara bisa menjadi masalah besar.
Namun masalah terbesar para konservasionis akan terjadi ketika suhu tanah sangat mirip dengan satwa yang sedang dideteksi. Proyek drone inframerah sebelumnya sudah diperkenalkan dalam ajang European Week of Astronomy and Space di Liverpool, Inggris, pada pekan lalu.