REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya penyadapan dan peretasan di sistem IT memberikan kesempatan bagi industri cyber security dalam negeri untuk ikut berkembang. Ketua Lembaga riset keamanan cyber, Pratama Persadha mengatakan di tahun 2015, isu keamanan cyber menjadi perhatian yang cukup serius di kalangan penggiat IT.
Pasalnya, tindakan kejahatan cyber di tahun 2014 meningkat pesat. Pratama melihat isu keamanan menjadi perhatian utama. Ini bisa dilihat dari banyaknya perusahaan peserta yang menawarkan teknologi enkripsi untuk mencegah penyadapan dan peretasan dalam berbagai kesemptan pameran IT dunia.
"Komunikasi plain tanpa pengamanan sangat berbahaya, tidak hanya bagi pemerintah, namun juga bagi dunia bisnis. Disanalah teknologi enkripsi melengkapi keamanan dalam sistem informasi dan komunikasi," ujar dia, baru-baru ini melalui keterangan pers.
Di dalam negeri, menurut dia, perusahaan lokal juga sudah bisa menciptakan teknologi keamanan yang tidak kalah dengan buatan asing. "Sesekali pemerintah perlu mencoba produk dalam negeri. Keamanan lebih terjamin, karena bila ada kejanggalan, posisi mereka masih di dalam negeri, sehingga audit juga akan lebih mudah dilakukan," katanya.
Dia melihat melihat pemerintah Indonesia belum cukup siap untuk menghadapai perang informasi. "Sudah bagus ada keinginan membentuk Badan Cyber Nasional, namun itu saja tidak cukup. Kesadaran pemerintah dalam menggunakan teknologi yang aman juga perlu ditingkatkan. Sebenarnya SDM didalam negeri juga tak kalah dari asing, tinggal goodwill pemerintah saja," kata Pratama.
Menurutnya pemerintah Indonesia tak perlu malu untuk memakai produk security buatan dalam negeri. Menurutnya, penggunaan produk asing tidak ada jaminan bebas disadap. Di AS misalnya, teknologi yang boleh dijual ke negera lain harus bisa dicrack oleh teknisi mereka dahulu.