REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah berencana menginvestasikan dana hingga Rp 278 triliun untuk mendukung Broadband Plan Indonesia. Masterplan jaringan pita lebar, kata Dirjen Sumberdaya Perangkat Pos dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Muhammad Budi Setiawan mengatakan, diterbikanpada Oktober 2014.
Berdasarkan masterplan itu, pemerintah menargetkan, hingga 2019, ada 71 persen wilayah perkotaan atau 30 persen populasi perkotaan yang mendapat layanan internet supercepat, dengan kecepatan 20 Mbps. Sedangkan untuk wilayah perdesaan, BPI menargetkan 49 persen rumah tangga di perdesaan atau 6 persen dari total populasinya bisa menikmati layanan broadband dengan kecepatan 10 Mbps.
"Konektivitas ini kita dorong terus. Bahkan, salah satu pemikiran Pak Menteri adalah menyerahkan pembangunan jaringan ini kepada Telkom. Nanti, bisa jadi ini kita akan perhitungkan dengan penggunaan dana USO (Universal Service Obligation)," kata Muhammad Budi Setiawan, yang akrab disapa Iwan.
Selain konektivitas, lanjut Iwan, pemerintah juga mendorong pemakaiannya dnegan memberikan prioritas sektor yang harus digarap. Sektor-sektor prioritas itu adalah e-goverment, e-health, e-education, e-logistik dan e-procurement. "Ini sektor priorias yang akan didanai dari APBN. Dari mana dana sebesar itu. Kemarin Bank Dunia menawarkan pinjaman Rp 114 Triliun. Sisanya akan diserahkan kepada swasta, yang salah satunya adalah Telkom," kata Iwan.
Iwan mengatakan, potensi bisnis broadband akan menjadi pendorong utama perekonomian Indonesia sebenarnya sudah disadari oleh pemerintah. Hadirnya masterplan BPI itu, salah satunya, adalah untuk menunjukkan hal itu. Selain itu, pemerintah juga menyadari adanya captive market dari bisnis broadband ini.
"Captive market itu adalah ada 4,5 juta pegawai negeri sipil (PNS) yang termasuk polisi dan TNI, 50 juta siswa dari SD sampai SMA dan mahasiswa, ada 3 juta guru, dan 7 juta rumah tangga. Ini pasar yang besar. Oleh karena itu, regulasi juga akan mengarah ke sana," kata Iwan.