Jumat 22 May 2015 21:01 WIB

Menkominfo: BRTI Harus Fokus Selesaikan Hambatan Telekomunikasi

Menkominfo Rudiantara (kanan) didampingi Dirjen Aplikasi Informatika Bambang Heru Tjahyono mengikuti rapat kerja dengan Komite I DPD RI di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (9/4).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Menkominfo Rudiantara (kanan) didampingi Dirjen Aplikasi Informatika Bambang Heru Tjahyono mengikuti rapat kerja dengan Komite I DPD RI di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (9/4).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepengurusan baru Komite Regulasi Telekomunikasi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (KRT-BRTI) akan bergerak cepat menyelesaikan berbagai persoalan di industri telekomunikasi Tanah Air agar industri semakin kondusif.

“Saya meminta agar BRTI fokus menyelesaikan sejumlah hambatan yang membuat industri telekomunikasi Tanah Air tidak kondusif. Mulai dari masalah intekoneksi, broadband hingga efisiensi. Yang tak kalah penting menyelesaikan sejumlah sengketa-sengketa akibat multitafsir peraturan ada, misalnya kasus hukum IM2,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara seusai melantik pengurus baru KRT-BRTI periode 2015-2018 di Jakarta, Jumat (22/5).

Enam orang komisioner baru BRTI yang baru terpilih Agung Harsoyo, I Ketut Prihadi Kresna, Muhammad Imam Nashiruddin, Rolly Rochamd Purnomo, Rony M Bishry, dan Taufik Hasan. 

Sedangkan tiga KRT-BRTI yang menjadi unsur pemerintah adalah Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kalamullah Romli sebagai Ketua BRTI, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Informatika Muhammad Budi Setiawan (Wakil Ketua BRTI), serta satu staf khusus Menkominfo Dhanrivanto Budhijanto.

Menurut Menteri Rudiantara, pengurus BRTI ini tentu akan menjadi suntikan energi baru untuk menuntaskan berbagai persoalan di industri ICT saat ini. “Saya memiliki ekspektasi tinggi terhadap mereka,” ujarnya.

Menanggapi permintaan Menkominfo, Kalamullah Romli menyatakan akan bergerak cepat dengan sejumlah agenda prioritas.

Salah satu yang menjadi perhatian adalah penyelesaian kasus hukum IM2 yang menyeret mantan CEO IM2 Indar Atmanto ke balik jeruji. Saat ini, kasus IM2 ini sudah dalam proses Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.

“Belajar dari kasus IM2 dan agar tidak terulang lagi, kita akan memperkuat secara regulasi dengan memperbaiki regulasi yang menimbulkan multitafsir,” ujarnya.

Kalamullah merujuk pada PP Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

“Kedua PP ini akan segera kami perbaiki. Target selesai tahuun ini. Sedangkan UU Telekomunikasi baru masuk prolegnas tahun 2016 dengan fokus tentang Konvergensi,” ujarnya.

Selain kasus IM2, Kalamullah juga akan memprioritaskan pada interkoneksi atau konektivitas jaringan hingga ke seluruh pelosok Tanah Air. Kemudian penerapan broadband pada 2019. Terakhir, terkait dengan efisiensi industri Telekomunikasi yang dinilai terlalu banyak operator.

Ketua Umum Masyarakat Telematika (Mastel) Kristiono juga akan mendukung kebijakan penggelaran infrastruktur di perbatasan, penggunaan frekuensi 2,4 GHz dan 5,8 GHz serta perlindungan terhadap warnet dan RT/RW-net dari sweeping karena izin ISP.

“Dengan kesamaan visi prioritas baik BRTI, Mastel dan APJII dapat mempercepat sinergi dengan pemerintah,” pungkas Kristiono.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement