REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Memasuki usia yang ke-70, Republik Indonesia dihadapkan pada tantangan baru. Pemerintah tak hanya harus menjaga kedaulatan darat, laut, dan udara; namun juga kedaulatan dunia maya atau cyberspace.
Hal itu disampaikan Ketua Lembaga Riset CISSReC, Pratama Persadha, Senin (17/8). Menurutnya, hal itu penting mengingat kondisi wilayah cyber hampir di seluruh dunia memang tidak bisa dibilang sepenuhnya aman.
"Kaspersky Lab baru saja merilis data dalam tiga bulan terakhir ada 379 juta serangan malware di dunia maya. Dari serangan sebanyak itu, setidaknya ada 100 ribu situs berbahaya dari Indonesia yang ikut andil," ujar Pratama.
Pakar keamanan cyber itu menyebut, banyak faktor yang menyebabkan besarnya jumlah situs berbahaya di Indonesia tersebut, termasuk faktor ketidaktahuan. Ia berharap pemerintah bisa proaktif memberikan kesadaran keamanan cyber kepada masyarakat.
Situs berbahaya, ungkapnya, bisa sengaja dibuat untuk tujuan buruk. Indikatornya bisa dilihat bila mereka hosting di tempat yang sudah dilabel berbahaya. "Tapi juga karena faktor ketidaktahuan, misalnya situs yang dikelola sudah terserang malware dan virus," katanya.
Kemudahan pembuatan web berbasis blog kurang diikuti oleh pengetahuan dasar keamanan cyber. Situs-situs terkemuka juga belum banyak yang menerapkan keamanan tingkat tinggi seperti enkripsi.
Situs berbahaya tersebut kini semakin mudah diakses masyarakat internet atau netizen, terutama dengan adanya media sosial. Trik para pembuat situs adalah mencantumkan judul provokatif dan gambar yag membuat penasaran di sejumlah layanan media sosial. "Di Facebook misalnya, jelas para netizen tertarik untuk mengklik link tersebut,” ucap Pratama.
Menurut mantan petinggi Lembaga Sandi Negara tersebut, masyarakat perlu mendapatkan edukasi yang cukup. Bila tidak, transaksi perbankan lewat ponsel maupun komputer pribadi bisa saja terkena malware dan nasabah kehilangan dana yang tidak sedikit.