Sabtu 10 Dec 2016 14:43 WIB

Kultur Kerja Perusahaan TIK Harus Dibuat Fun dan Kreatif

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Teknologi Informasi (ilustrasi)
Foto: tnea.in
Teknologi Informasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kultur kerja di perusahaan teknologi informasi komunikasi (TIK) harus dibuat menyenangkan sehingga memunculkan energi kreatif. Menurut Chief Human Capital Officer (CHCO) PT Telkom, Herdy Rosadi Harman, kultur tersebut harus diciptakan karena tren global industri telematika menunjukkan perubahan signifikan.

Saat ini, kata dia, rata-rata usia di industri telematika terkemuka berusia muda. Misalnya, di Facebook rata-rata berusia 28 tahun, AOL (27 tahun), Amazon (31), eBay (32), IBM (38), dan Hewlett Packard (39). Selain usia muda, motivasi mereka dalam bekerja juga berkembang dari era sebelumnya.

Mereka, kata dia, bekerja karena tertarik dengan lingkungan kerja, iklim kreativitas, training developement, hingga jenjang karir yang menarik. "Di sisi lain, kompetisi industri telematika juga ketat," ujar Herdy kepada wartawan, dalam siaran persnya.

Mayoritas, kata dia, perusahaan TIK sedang bertransformasi dari telecomunication company menjadi digital telecomunication company. Lalu,  operator seluler menjadi industri digital.

Perubahan-perubahan tersebut, kata dia, mendorong pola lama perusahaan TIK menjadi kurang relevan jika diterapkan. Budaya kerja baru, yang bertumpu pada iklim kreativitas dengan target kinerja terbaik, menjadi cara baru yang harus diterapkan.

Herdy mengatakan, sekali pun caranya baru tapi harus tetap bertumpu pada sejumlah filosofi inti. Antara lain, berpijak pada esensi dan kebermanfaatan sebuah program kerja, efektivitas dan efisiensi, serta aktivitas budaya perusahaan.

Menurut Herdy, esensi harus diarahkan pada seberapa manfaatnya pada implementasi bisnis yang dilakukan perusahaan TIK. Ia  mencontohkan ada Telkom Corporate University, sebagai kawah candradimuka kami.

"Tapi keluarannya harus ada rekomendasi-rekomendasi bisnis buat bisnis operasional Telkom. Dan keluaran ini harus berbentuk keren namun berkelanjutan," katanya.

Dengan pola lama industri TIK, kata dia, yang keren biasanya membutuhkan bea yang mahal. Namun, dengan budaya baru eksisting, maka bea bisa ditekan karena kreatif yang ditonjolkan. Efektif dan efisien, harus jadi prioritas karena kalau bagus tapi mahal dan lama maka itu biasa sekali. "Ini juga harus dilakukan dengan pendekatan personal kepada tim kita, tak bisa disamaratakan," katanya.

Prinsip lain yang penting, kata dia, adalah spirit anti kemapanan namun berdampak massif atau biasa disebut disruptive dalam industri TIK. Ini, membuat produktivitas jangan terpaku pola lama misalnya pekerjaan hanya bisa diproses di komputer personal. Di PT Telkom, saat ini semua dokumen pekerjaan sudah bisa diproses dengan smartphone jadi bisa kapan pun dan dimana pun. "Jadi, kultur yang fun dan kreatif ini harus tetap berpijak pada filosofi perusahaan yang kuat," katanya.

Akumulasi kultur dan filosofi, kata dia, akan menciptakan budaya kerja perusahaan yang berkarakter. Strong character, adalah yang membuat banyak negara maju sekarang padahal kemerdekaannya di belakang Indonesia seperti diperlihatkan Jepang, Malaysia, Korea Selatan.

"Digital telecommunication company harus selalu misi besar, harus bermimpi besar menjadi korporasi besar. Harus mega thinking, sehingga geraknya akan cepat dan signifikan," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement