REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- International Data Corporation (IDC) menilai pemblokiran Telegram merupakan langkah mundur yang dilakukan Pemerintah Indonesia. IDC melihat hal tersebut adalah dampak dari belum jelasnya regulasi yang mengatur layanan Over The Top (OTT).
"IDC mendukung penuh upaya pemerintah Indonesia untuk melindungi keamanan nasionalnya, tetapi dengan pemblokiran tersebut jelas menunjukkan langkah mundur," kata Associate Market Analyst IDC Indonesia, Risky Febrian di Jakarta, Selasa (18/7).
Risky mengatakan, secara aturan tidak ada regulasi yang mengatur penyedia layanan OTT harus membuka kantor perwakilan di Indonesia. Dia melanjutkan, jika pemerintah memperjelas regulasi pemain OTT seperti mengharuskan membuat kantor perwakilan di Indonesia, maka pemblokiran tersebut tidak akan terjadi.
Hal ini ditambah buruknya komunikasi buruk antara pemerintah dan Telegram. "Tidak adanya kantor perwakilan Telegram di Indonesia turut berkontribusi terhadap buruknya proses komunikasi antara kedua pihak," katanya.
Risky mengatakan, untuk mengatasi masalah ini penyedia layanan OTT biasanya membangun kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi lokal untuk bertindak sebagai perwakilan mereka di Indonesia.
Dia mencontohkan Spotify dan Netflix yang masing-masing bekerjasama dengan Telkom dan Indosat Ooredoo untuk mengelola layanan dan hubungan dengan konsumen di Indonesia.
Baca juga, Pemerintah Resmi Blokir Telegram, Ini Penjelasan Kemkominfo.
Risky mengatakan, pemerintah perlu memberikan langkah jelas untuk mencegah adanya kesalahpahaman di masa mendatang dengan penyedia layanan OTT. Dia menambahkan, Telegram dan pemerintah juga harus dapat membentuk komunikasi yang baik di antara mereka.
"Setelah semua permasalah itu dapat terselesaikan, Telegram dan pemerintah dapat mulai bekerja bersama membangun skema yang tepat untuk mencegah penyalahgunaan fitur Telegram pada masa mendatang, termasuk mendukung langkah Telegram untuk mengembangkan tim moderator yang dikhususkan untuk moderasi konten-konten Indonesia," kata Risky.
IDC menilai, dari sudut pandang konsumen, Bot dan Kanal Telegram merupakan fitur yang populer di Indonesia yang banyak dimanfaatkan konsumen untuk mendukung aktifitas finansial mereka. Hal ini lantaran fitur tersebut menyediakan keamanan dan privasi tingkat tinggi dengan enkripsi khusus Telegram.
Meski demikian, fitur tersebut terbukti rentan akan penyalahgunaan. Seperti alasan penutupan yang dilakukan pemerintah pergerakan teroris dalam berkomunikasi dan merencanakan strategi mereka.
Setali tiga uang, Research Manager IDC Indonesia, Mevira Munindra mengatakan, untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah juga dapat membentuk badan independen yang bertindak sebagai dewan penasihat dan memiliki kapabilitas untuk merencanakan dan memonitor keseluruhan adopsi ICT di Indonesia.
Lebih jauh lagi, katanya, pembentukan badan independen ini harus dapat menyokong dan menstimulasi pertumbuhan adoptasi ICT di Indonesia. "Sebagai contoh dapat dilihat dari langkah pemerintah Singapura dalam pembentukan badan GovTech, yang fungsinya membangun platform kunci dan solusi yang dibutuhkan untuk mendukung perkembangan ICT Singapura," kata Mevira