REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Kemkominfo Bidang Hukum Henri Subiakto menilai kultur digital di Indonesia masih sangat lemah. Kondisi ini memunculkan kerawanan keamanan digital seperti penyalahgunaan data informasi individu atau penduduk untuk kejahatan.
"Kita masih lemah kulturnya. Jangankan digital, di dunia nyata saja enggak ada polisi, helm dilepas," kata dia di Jakarta, Sabtu (4/11).
Secara teknis, menurutnya, data kependudukan di Indonesia diberi jaminan keamanan, mulai dari sistem virtual privat network, sertifikasi server dan lainnya. Namun, tanpa adanya kultur digital kondisi tersebut tetap bisa memicu kejahatan siber.
Dia mengatakan banyak sekali kejahatan siber lantaran data yang belum teridentifikasi. "Bahkan luar negeri pun, orang Cina misalnya banyak datang ke Indonesia untuk melakukan kejahatan siber bagi negaranya. Jadi kita dalam proses menata," kata Henri
Menurutnya kultur digital inilah yang perlu dibangun bersama. Karena itu, dia mengatakan, program registrasi ulang kartu SIM sebagai penataan. Menurutnya, ini menjadi awal atau semacam roadmap menuju sistem identity number.
Dia menambahkan registrasi SIM menjadi bagian penataan awal. Ke depan, dia menambahkan, tidak ada lagi orang sembarangan meminta KTP.
"Kalau digital signature, nanti orang tak perlu pakai KTP, tanda-tangan macam-macam, cukup dengan PIN tertentu secara pribadi, password atau bahkan retina mata, suara kita, itu digital, minimal dari PIN tadi, walapun masih panjang," kata dia menambahkan.
Pemerintah mewajibkan masyarakat melakukan registrasi ulang kartu SIM telepon selular. Registrasi ulang dimulai dari 31 Oktober 2017 sampai 28 Februari 2018. Apabila pelanggan tidak melakukan registrasi sampai batas yang ditentukan, akan ada pemblokiran bertahap sampai 28 April 2018 pemblokiran total.