Kamis 17 Mar 2016 22:37 WIB

Ketika Para Ilmuwan Kesengsem Gelap dan Hitam

Penampakan gerhana matahari total (GMT) yang dipantau dari televisi OLED LG.
Foto: LG
Penampakan gerhana matahari total (GMT) yang dipantau dari televisi OLED LG.

Oleh: Dwi Murdaningsih, wartawan Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gelap dan hitam tidak selamanya buruk. Bagi para ilmuwan, gelap adalah sesuatu yang menyenangkan dan membuat penasaran. Gelap juga memberikan inspirasi untuk melakukan penelitian. Seperti yang terjadi ketika 12 provinsi di Indonesia dilalui gerhana matahari total (GMT) pada 9 Maret lalu.

Puluhan ilmuwan yang mengamati GMT kini masih menyusun laporan proyek penelitian yang hanya bisa dilakukan saat matahari menjadi seolah gelap karena tertutup rembulan. Kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan, semua publikasi ilmiah terkait pengamatan GMT di Indonesia akan dipresentasikan di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Juni mendatang.

Presentasi ilmiah ini akan disampaikan dalam seminar internasional bidang astronomi di Bandung. Pada awal Juni, hasil penelitian yang melibatkan semua titik pengamatan baik di jalur gerhana baik total maupun sebagian di wilayah Indonesia akan disampaikan dalam seminar tersebut.

Pria yang menekuni astronomi ini mengatakan saat gelap akibat gerhana merupakan saat yang menarik. Saat itulah, para ilmuwan memiliki kesempatan emas untuk meneliti korona matahari. Ini merupakan bagian yang tidak mungkin teramati ketika matahari sedang bersinar.

"Gelap itu sangat menarik. Menariknya di situ karena dalam kondisi biasa kita tidak bisa mengamati matahari," kata dia, saat dihubungi Republika, Rabu (16/3).

Gelap ini juga mengundang keingintahuan. Bukan hanya dari LAPAN, namun juga dari Badan Antariksa AS (NASA) yang berbondong-bondong mengamati ‘segala hal’ yang mungkin bisa terjadi saat gelap. Khusus di LAPAN, penelitian akan berfokus pada medan elektromagnetik. Tim LAPAN akan mencari tahu aktivitas medan magnetik saat GMT.

Pengamatan ini dilakukan ketika bulan mulai menutup matahari, puncak bulan menutup matahari, dan saat bulan mulai meninggalkan matahari. Pada saat bulan menutup matahari dan menyisakan hanya cincin korona saja, kata Thomas, para ilmuwan lain bisa mempelajari hal-hal yang terkait dengan sifat fisika matahari.

Warna hitam dan gelap juga menginspirasi perusahaan elektronik LG untuk berinovasi. Perusahaan asal Korea Selatan ini tertantang mengembangkan layar OLED (organic light emitting diode) untuk menampilkan warna hitam yang lebih garang. Bagi LG, Layar OLED menjawab teknologi pewarnaan yang kian maju. Layar ini menyempurnakan teknologi plasma, LCD dan LED (light emitting diode) yang telah lahir lebih dulu.

Pada teknologi sebelumnya, meski sudah hadir dengan resolusi warna yang semakin tajam, hitam masih hilang sebab teknologi yang sudah ada masih memanfaatkan deret lampu untuk bagian pencahayaan panel TV. Sementara layar OLED tidak memerlukan rangkaian lampu, sebab panelnya mampu menghasilkan pencahayaan secara organik.

Inovasi ini menuai pujian dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan warna hitam. Sebut saja Kathy Klein, seniman karya seni mandala yang memuji keragaman warna LG OLED LV. Menurut dia, karya yang ditampilkan dalam media penampil yang ada sebelumnya tidak secara baik menangkap keseluruhan karya seni.

Warna hitam juga membuat penasaran ilmuwan di perusahaan yang berbasis di Inggris Surrey NanoSystems. Mereka tertantang untuk terus mengembangkan material paling hitam di dunia. Baru-baru ini, mereka memperkenalkan Vantablack S-VIS sebagai benda paling hitam di dunia.

Material ini mampu memerangkap 99,8 persen cahaya yang masuk. Menurut peneliti, material ini lebih efektif 17 kali lebih baik dibandingkan pemantul superhitam yang digunakan dalam teleskop luar angkasa Hubble.

Dilansir dari Daily Mail, Vantablack S-VIS adalah penerus dari Vantablack, bahan yang pernah memboyong mahkota benda paling hitam pada 2014. Vantablack dibuat menggunakan karbon nanotube suhu rendah.

"Lapisan Vantablack asli menandai tonggak utama, dan merupakan dasar untuk banyak perusahaan mengembangkan peralatan-kinerja yang lebih tinggi," kata Ben Jensen CTO dari Surrey NanoSystems.

Bahan ini akan memudahkan untuk melapisi objek yang lebih kompleks seperti kamera besar. Material ini bisa digunakan untuk melihat dari berbagai sudut pandang dan panjang gelombang, sehingga penting untuk diaplikasikan dalam instrumen optik.

Menurut para peneliti, bahan ini 17 kali lebih efektif untuk meminimalisasi cahaya liar pada teleskop Hubble. Vantablack S-VIS bersifat stabil sehingga dapat menahan suhu hingga 212 derajat Fahrenheit.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement