Kamis 19 Jan 2017 04:34 WIB

Ilmuwan Ungkap Sisi Lain Kepunahan Dinosaurus

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Winda Destiana Putri
 Seorang anak berdiri di depan sebuah model dinosaurus Triceratops dalam pameran 'Dunia Dinosaurus' di Hohenfelden dekat Erfurt, Jerman, Selasa (25/9). (Jens Meyer/AP)
Seorang anak berdiri di depan sebuah model dinosaurus Triceratops dalam pameran 'Dunia Dinosaurus' di Hohenfelden dekat Erfurt, Jerman, Selasa (25/9). (Jens Meyer/AP)

REPUBLIKA.CO.ID, Suhu yang membekukan dan kegelapan total membuat spesies dinosaurus non unggas mengalami kepunahan pada 66 juta tahun yang lalu. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa periode kepunahan masif ini ternyata lebih rumit dari yang diperkirakan.

Selama ini ilmuwan membuat hipotesis bahwa tumbukan asteroid yang menghasilkan awan debu sebagai penyebab kepunahan dinosaurus. Akan tetapi, simulasi yang dilakukan tim peneliti dari Potsdam Institute for Climate Impact Research (PIK) di Jerman menunjukkan adanya kemungkinan dinosaurus musnah akibat tetesan asam sulfat.

Asam sulfat ini terbentuk di bagian atas atmosfer akibat tumbukan asteroid ke bumi. Kondisi ini yang kemudian membuat suhu bumi menurun drastis sehingga banyak spesies dinosaurus yang tidak bisa bertahan. Salah satu peneliti, Julia Brugger, mengatakan suhu yang mendingin dalam waktu lama ini jauh lebih memengaruhi kepunahan dinosaurus dibandingkan awan debu akibat tumbukan asteroid yang hanya bertahan di atmosfer dalam waktu cukup singkat. "Suhu yang mendingin ini jauh lebih pending dibandingkan kejadian lokal seperti hawa yang sangat panas di dekat area tumbukan, kebakaran hutan maupun tsunami," terang Brugger seperti dilansir Science Alert.

Untuk mencapai kesimpulan ini, tim peneliti melihat lebih jauh aktivitas volkanik yang meningkat serta awan debu jangka pendek yang terjadi akibat tumbukan asteroid. Setelah mengamati kemungkinan jangka panjang yang terjadi, peneliti mendapati adanya kemungkinan asam sulfat yang muncul.

Baca juga: Ilmuwan Temukan Cara Hilangkan Bekas Luka

Berdasarkan hipotesis terbaru ini, gas sulfur mungkin menguap dari area jatuhnya asteroid dan menjadi faktor utama terhalanginya sinar matahari ke bumi. Peneliti menilai sulfur ini lebih berperan dalam menghalau sinar matahari ke Bumi daripada awan debu yang juga timbul akibat tumbukan asteroid. Ketiadaan sinar matahari ini berujung pada suhu Bumi yang mendingin.

Brugger dan koleganya mengatakan suhu udara kala itu bisa menurun setidaknya sebanyak 26 derajat Celcius, lalu dilanjutkan dengan tiga hingga 16 tahun suhu yang sedikit membekukan. Pemulihan suhu Bumi secara global baru terjadi setelah 30 tahun. "Suhu menjadi dingin, maksud saya, sangat dingin," jelas Brugger.

Di saat yang sama, tim peneliti juga menilai ketika permukaan air di laut ikut mendingin, di saat yang sama suhu dingin permUkaan air laut ini tergantingan dengan air yang lebih hangat dari bagian laut yang lebih dalam. Dalam kondisi ini, nutrisi-nutrisi dari bawah laut bisa mencapai permukaan dan mendorong timbulnya banyak ganggang laut yang mungkin beracun.

Bagi manusia moderen saat ini, ada pelajaran berharga yang bisa dipetik dari perubahan suhu Bumi ekstrim yang memusnahkan dinosaurus ini. Peneliti Georg Feulner mengatakan temuan ini menunjukkan pentingnya iklim terhadap berbagai bentuk kehidupan di planet bumi. "Ironisnya, saat ini, sebagian besar ancaman langsung (terkait iklim) bukan berasal dari pendinginan alami tetapi dari pemanasan global yang disebabkan oleh manusia itu sendiri," kata Feulner.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement