Jumat 03 Nov 2017 04:22 WIB

Orang Utan Berkepala Kecil Jadi Spesies Baru di Sumatra

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Orang utan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) bersama bayinya di Ekosistem Batang Toru di Tapanuli, Sumatera Utara. Orang utan dengan rambut keriting dan kepala lebih kecil itu merupakan spesies baru kera besar.
Foto: James Askew/Sumatran Orangutan Conservation Programme via AP
Orang utan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) bersama bayinya di Ekosistem Batang Toru di Tapanuli, Sumatera Utara. Orang utan dengan rambut keriting dan kepala lebih kecil itu merupakan spesies baru kera besar.

REPUBLIKA.CO.ID, TAPANULI -- Peneliti spesialis primata di International Union for the Conservation of Nature (IUCN) menyatakan telah menemukan spesies baru primata besar di Pulau Sumatra. Primata ini adalah orang utan berambut keriting dan berkepala lebih kecil. 

Namun keluarga baru dalam silsilah primata ini dinilai tidak akan hidup dalam jangka waktu lama. Jumlah mereka sangat kecil dan habitatnya terfragmentasi sehingga terancam punah.
 
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology pada Kamis (2/11) menunjukkan, primata jenis ini hanya berjumlah kurang dari 800 ekor. Primata yang diberi nama ilmiah Pongo tapanuliensis ini menjadi spesies primata besar yang paling terancam punah.
 
Para peneliti mengatakan populasi mereka sangat rentan dan habitatnya terganggu oleh pembangunan. "Jika langkah-langkah tidak diambil dengan cepat untuk mengurangi ancaman ini dan untuk melestarikan hutan yang tersisa, kita akan melihat kepunahan spesies kera besar," kata mereka.
 
Pongo tapanuliensis adalah spesies kera besar pertama yang ditemukan oleh para peneliti selama hampir 90 tahun. Sebelumnya, dunia telah mengenali enam spesies kera besar, yaitu orang utan Sumatera, orang utan Borneo, gorila timur, gorila barat, simpanse dan bonobos.
 
Habitat primata telah dibatasi pada kisaran 1.100 kilometer persegi di hutan Batang Toru di Tapanuli, Sumatera Utara. Secara historis, primata ini memiliki perbedaan genetik dan fisik dengan orang utan Sumatra dan Borneo.
 
Primatologis Russell Mittermeier, kepala kelompok spesialis primata di IUCN, menyebut temuan tersebut sebagai penemuan luar biasa. Menurutnya, pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab memastikan spesies tersebut dapat bertahan hidup.
 
Matthew Nowak, salah satu peneliti, mengatakan orang utan Tapanuli hidup di tiga kantong hutan yang dipisahkan oleh kawasan non-lindung. "Agar spesies dapat bertahan di masa depan, ketiga fragmen tersebut perlu dihubungkan kembali melalui koridor hutan," katanya.
 
IUCN merekomendasikan agar rencana pembangunan di kawasan ini termasuk pembangunan pembangkit tenaga air segera dihentikan oleh pemerintah. "Sangat penting bagi semua hutan yang tersisa untuk terus dilindungi dan badan pengelola lokal dapat bekerja untuk menjamin perlindungan ekosistem di Batang Toru," jelas Novak.
 
Populasi orang utan di Batang Toru ditemukan pertama kali saat survei lapangan oleh peneliti Erik Meijaard pada 1997. Sebuah stasiun penelitian kemudian didirikan di daerah tersebut pada 2006.
 
Tahun lalu, IUCN mengelompokkan orang utan Borneo sebagai primata yang terancam punah. Penurunan populasi mereka disebabkan oleh penghancuran habitat hutan untuk perkebunan kelapa. Sementara orang utan Sumatra telah tergolong terancam sejak 2008.
 
 

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement