Kamis 30 Nov 2017 10:58 WIB

2017 Dianggap Tahun Terpanas Ketiga

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Winda Destiana Putri
Bumi
Bumi

REPUBLIKA.CO.ID, Badan ilmiah Departemen Perdagangan Amerika Serikat yang berfokus pada kondisi samudra dan atmosfer, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menempatkan Oktober 2017 sebagai bulan terpanas keempat, dihitung sejak 2003 lalu. Sebagai masa transisi antara musim panas dan dingin, Oktober dapat membawa cuaca yang beragam, sesuai dengan jenis cuaca dimana Anda berada, bahkan Oktober dapat mendatangkan angin topan, gelombang panas dan kebakaran. 

Berdasarkan data NOAA sejak 1880 hingga kini, 2017 dinyatakan sebagai tahun terpanas ketiga, dengan pertimbangan suhu rata-rata global di atas permukaan laut dan darat. Negara yang termasuk dalam Oseania, adalah Australia, Selandia Baru, Indonesia, Fiji dan negara kepulauan lainnya. Sedangkan sembilan dari 10 suhu terhangat secara global terhitung mulai Januari hingga Oktober, terjadi pada 2005 lalu. 

Sedangkan negara yang termasuk dalam negara terpanas selain Oseania adalah Amerika Selatan, Amerika Utara, Eropa, Afrika, dan Asia. Suhu Oktober 2017 yang berada di atas rata-rata ini, disebabkan suhu laut yang lebih hangat. Menurut ilmuan Pusat Informasi Lingkungan Nasional NOAA, tahun ini hingga Oktober, suhu dunia rata-rata mencapai 1,55 derajat Fahrenheit atau sekitar -16 derajat Celsius. Faktanya, pada abad ke-20 suhu rata-rata hanya mencapai 57,4 derajat Fahrenheit atau 14 derajat Celcius. 

Peristiwa lain yang terjadi pada Oktober lalu, dan disebabkan menghangatnya suhu juga terjadi di Amerika yang mengalami 12 persen kekeringan di sejumlah titik, seperti wilayah barat daya, dan tenggara. Lapisan es di kutub utara dan antartika juga mendapatkan imbasnya. Tahun ini, lapisan es di Antartika berada pada angka 19,6 persen di bawah rata-rata lapisan es sejak 1981 hingga 2010. Bahkan menurut catatan satelit sejak 1979, lapisan es pada 2017 dimasukkan sebagai lapisan tertipis kelima.