REPUBLIKA.CO.ID, LEEDS -- Pernahkah Anda merasakan sensasi kuat bahwa suatu peristiwa yang tengah berlangsung sudah pernah dialami di masa lalu? Fenomena itu disebut deja vu, yang dalam bahasa Prancis bermakna "pernah dilihat".
Sekitar 70 persen populasi dunia disebut pernah merasakan fenomena tersebut setidaknya sekali dalam hidup. Berdasarkan data yang dihimpun How Stuff Works, deja vu paling sering dialami seseorang antara usia 15 sampai 25 tahun.
Sulit menjelaskannya dalam kata-kata kecuali jika seseorang mengalaminya sendiri. Bahkan, para psikolog dan pakar neurosains memiliki sejumlah teori berbeda untuk menjelaskan fenomena tersebut secara ilmiah.
Studi pada 2006 oleh ilmuwan dari Leeds Memory Group di Leeds, Inggris, menyimpulkan bahwa penyebab deja vu adalah pemicu tak terduga di bagian otak yang menjalankan fungsi pengenalan. Akibatnya, seseorang merasa pengalamannya familier dengan salah satu memori yang tersimpan.
Teori lain yang disampaikan ilmuwan dari berbagai belahan dunia adalah terjadinya malfungsi memori. Sirkuit memori jangka pendek dan jangka panjang mengalami gangguan sehingga informasi baru langsung tersambung ke ingatan jangka panjang.
Anggapan lain penyebab deja vu berkaitan dengan korteks rhinal, area otak yang membuat seseorang merasa akrab dengan sesuatu. Entah bagaimana, area ini dapat diaktifkan tanpa memicu area lain yang terkait dengan memori sehingga tercipta keakraban samar yang sukar dijelaskan.
Psikolog Valerie Reyna memiliki argumen lain, yaitu dia meyakini deja vu disebabkan oleh memori yang 'salah'. Seseorang bisa saja memiliki memori palsu akibat disosiasi pengalaman yang membuatnya sukar membedakan antara hal nyata dan tidak.
"Ada bermacam-macam pengalaman demikian, misalnya seseorang tidak bisa memastikan sebuah memori benar-benar pernah dialami, hanya ada dalam mimpi, atau disimak lewat film," kata Reyna, dikutip dari laman Evening Standard.