Selasa 13 Mar 2018 08:36 WIB

Fakta-Fakta Soal Stasiun Luar Angkasa Cina yang akan Jatuh

Masyarakat tidak perlu khawatir karena Tiangong-1 akan jatuh di samudra.

Tiangong-2 saat diluncurkan pada 15 September lalu.
Foto: REUTERS/China Daily
Tiangong-2 saat diluncurkan pada 15 September lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Para ilmuwan menjamin jatuhnya stasiun luar angkasa milik Cina Tiangong-1 tidak mengakibatkan kerusakan pada bumi. Saat ini stasiun luar angkasa pertama tanpa awak milik Cina itu dalam kondisi stabil di orbitnya dan jatuhnya nanti tidak akan mengakibatkan kerusakan pada bumi.

Pemimpin Teknis Lembaga Ilmu Pengetahuan Luar Angkasa dan Teknologi Cina (CASTC) Zhu Congpeng memperkirakan stasiun luar angkasa itu akan menyentuh atmosfer pada semester pertama tahun ini setelah sudah tidak lagi mengirimkan data kembali ke bumi pada Maret 2016. Artinya, misi yang diemban Tiangong-1 sudah selesai.

Cina terus memantau kondisi Tiangong-1 yang diluncurkan pada 29 September 2011 itu. Stasiun luar angkasa itu akan terbakar habis saat memasuki lapisan udara yang menyelubungi bumi atau atmosfer.

"Serpihan benda antariksa nirawak tersebut akan jatuh ke area yang sudah ditentukan, yakni lautan, tanpa memberikan ancaman sedikit pun terhadap bumi," demikian penuturan Zhu kepada People's Daily.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari teknisi Lembaga Nirawak Luar Angkasa setempat menyebutkan bahwa pada 4 Maret-11 Maret 2018, Tiangong-1 dalam kondisi stabil di orbitnya dengan ketinggian rata-rata 244,5 kilometer. The Guardian menulis, rentang orbit stasiun luar angkasa itu berada pada kisaran 43 derajat lintang utara hingga 43 derajat lintang selatan.

Hal itu berarti orbitnya membentang luas di atas wilayah Amerika Utara, Amerika Selatan, Cina, Timur Tengah, Afrika, Australia, sebagian Eropa, Samudra Pasifik, dan Samudra Atlantik.

Pakar luar angkasa, Pang Zhihao, mengemukakan bahwa sesuai tradisi yang berlaku secara internasional, biasanya bekas pesawat luar angkasa yang berada di orbit dekat bumi dibiarkan jatuh hingga dasar lautan di Samudra Pasifik yang jauh dari wilayah daratan.

Dasar lautan yang disebut sebagai kuburan pesawat luar angkasa itu juga sebelumnya menjadi "tempat peristirahatan terakhir" bagi stasiun luar angkasa MIR dan program luar angkasa Rusia serta Observatorium Compton Gamma Ray milik Amerika Serikat.

Sebelumnya, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin mengatakan bahwa jatuhnya Tiangong-1 tidak dapat dicegah. Namun, Thomas meminta media dan pengamat tidak berandai-andai yang justru berpotensi meresahkan masyarakat, apalagi jatuhnya pesawat atau stasiun luar angksa telah beberapa kali terjadi sehingga tidak perlu dikhawatirkan.

Kalaupun nanti di wilayah Indonesia, dia memperkirakan lokasi jatuhnya Tiangong-1 di kawasan tidak berpenghuni karena wilayah permukiman Indonesia jauh lebih kecil daripada luas lautan, hutan, dan gurun.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement