REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan tengah berupaya mencari cara memerangi superbug atau kuman yang resisten terhadap obat. Mereka telah memetakan genome dari 3000 bakteri.
Beberapa sampel termasuk diambil dari hidung Alexander Fleming dan seorang tentara Perang Dunia Pertama yang mengalami disentri. Disentri dan kolera merupakan dua penyakit mematikan pada zaman perang itu.
Menurut para ilmuwan, mereka sedang mempelajari DNA dari salah satu penyakit mematikan ini sebagai upaya memerangi superbug. Mereka memperkirakan sekitar 70 persen bakteri sudah resisten terhadap setidaknya satu antibiotik.
Ini membuat superbug berevolusi dengan sangat cepat. Superbug bahkan bisa resisten terhadap beberapa macam obat. Inilah yang sedang dihadapi oleh dunia medis.
Diantara beberapa penyakit berisiko tinggi yaitu TBC yang menginfeksi lebih dari 10,4 juta orang setiap tahun dan membunuh 1,7 juta jiwa pada 2016 lalu. Selain itu, penyakit lainnya adalah gonorrhea yang menginfeksi 78 juta orang setiap tahun dan menurut WHO penyakit ini hampir tak dapat disembuhkan.
Salah satu tantangan dalam memerangi superbug yaitu ketersediaan bahan utama pembuatan obat sangat terbatas. Misal, salah satu formula dari penisilin tidak tersedia hampir di 30 negara termasuk AS, Australia, Jerman dan Kanada. Kondisi ini sudah berlangsung sejak 2015 silam.
Pemetaan genomik terhadap 3000 bakteri akan dipublikasikan melalui situs resmi NCTC (National Collection of Type Cultures. Situs ini bisa diakses secara gratis oleh seluruh peneliti dan ilmuwan dunia agar dapat membantu pengembangan diagnosis terbaru, vaksin atau perawatannya.
Bakteri pertama yang akan ditempatkan di NCTC adalah bakteri penyebab disentri yang telah diisolasi pada 1915 dari para tentara."Mengetahui secara akurat seluk beluk mengenai bakteri akan membantu kami mengetahui bagaimana respons mereka terhadap sebuah perawatan," kata ketua tim peneliti Julian Parkhill dari Wellcome Sanger Institute, Inggris.